Abu Sa’id Satria Buana menulis dalam muslim or id sbb :
Berzikir dengan
suara keras setelah melakukan salam pada shalat tarawih dengan dikomandani oleh
satu suara adalah perbuatan yang tidak disyariatkan. Begitu pula perkataan
muazin, “assholaatu yarhakumullah” dan yang semisal dengan perkataan tersebut
ketika hendak melaksanakan shalat tarawih,
perbuatan ini juga tidak
disyariatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula oleh
para sahabat maupun orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Oleh karena
itu hendaklah kita merasa cukup dengan sesuatu yang telah mereka contohkan.
Seluruh kebaikan adalah dengan mengikuti jejak mereka dan segala keburukan
adalah dengan membuat-buat perkara baru yang tidak ada tuntunannya dari mereka.
Abu Ihsan
Al-Atsari dalam ummuvanessa.multiply.com menyatakan :
Bid'ah dzikir
berjama'ah dengan suara keras disela-sela shalat tarawih.
Silakan lihat
kitab Al-Madkhal karangan Ibnul Haaj (II/293-294).
Dzikir dengann
suara keras apalagi dengan sepiker jelas menyalahi tuntunan karena ada
ayat :
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي
نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ
وَالْآصَالِ وَلاَ تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
Dan sebutlah
(nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan
tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai.[1]
Di ayat lain ,
Allah menyatakan sbb :
ادْعُوا رَبَّكُمْ
تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Berdo`alah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.[2]
Apalagi sholawat atau bacaan setelah dua rakaat taraweh tambah
aneh lagi dan bukan budaya para sahabat atau ulama dulu . Ia sekedar
budaya ahli bid`ah .. Karena itu , tidak saya lihat hal itu di kalangan
masarakat Mekkah , Medinah , Muhammadiyah , LDII atau salafy
dengan segala macam kelompoknya .
Biasanya bacaan nya setelah salam pertama salat
taroweh sbb :
صَلُّوا سُنَّةَ
التَّراَوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةً آجَرَكُمُ اللهُ
Makmum menjawab secara bersamaan sbb :
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
Lalu Pak mudin membaca dengan
suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Makmum menjawab dengan bersamaan : :
اللهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Setelah salam taroweh kedua , mudin membaca :
أَوَّلُ خَلِيْفَةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيْقِ
Rasulullah
yang pertama adalah Abu bakar asshiddiq rArtinya
Kholifah
Para makmum menjawab dengan suara keras :
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Lalu mudin membaca dengan suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Makmum menjawab dengan bersamaan :
اللهُمَّ صَلِّ
وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Setelah salam salat taroweh
yang ketiga , Pak mudin membaca dengan suara keras sbb :
صَلُّوا سُنَّةَ
التَّراَوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةً آجَرَكُمُ اللهُ
Makmum menjawab secara bersamaan sbb :
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
Lalu Pak mudin membaca dengan
suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Makmum menjawab dengan bersamaan : :
اللهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Setelah salam taroweh ke empat , mudin membaca dengan suara keras
sbb :
ثَانِي خَلِيْفَةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابْ
Rasulullah
yang ke dua adalah Umar bin KhotthabrArtinya
Kholifah
Para makmum menjawab dengan suara keras :
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Mudin membaca dengan suara keras sbb :
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Lalu makmum menjawab dengan suara keras sbb :
اللهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Ketika membaca jawaban ini sangat ramai , bahkan bersaing antara
makmum langgar satu dengan lainnya , siapakah di antara mereka yang
paling keras . Terkesan permainan . Dan banyak anak kecil yang
menunggu giliran untuk mengeraskan suara mereka . Mereka
berkunjung ke langgar disamping untuk menjalankan salat taraweh adalah
untuk mengucapkan sholawat yang terkeras , bahkan kebanyakan mereka
bertujuan mengeraskan suara itu dengan bersamaan . Ini sudah popuper dan
bukan rahasia lagi . Siapapun yang hidup di kalangan NU akan mengertinya
, dan harus mengerti . Hal ini di larang karena mirip dengan suara himar
. Allah berfirman :
وَاقْصِدْ فِي مَشْيِكَ
وَاغْضُضْ مِنْ صَوْتِكَ إِنَّ أَنْكَرَ اْلأَصْوَاتِ لَصَوْتُ الْحَمِيرِ
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.[3]
عَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ ، قَالَ: لَمَّا غَزَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ خَيْبَرَ، أَوْ قَالَ: لَمَّا تَوَجَّهَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَشْرَفَ النَّاسُ عَلَى وَادٍ فَرَفَعُوا
أَصْوَاتَهُمْ بِالتَّكْبِيرِ: اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لاَ إِلهَ إِلاَّ
اللهُ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ارْبَعُوا عَلَى
أَنْفُسِكُمْ إِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا إِنَّكُمْ تَدْعُونَ
سَمِيعًا قَرِيبًا، وَهُوَ مَعَكُمْ وَأَنَا خَلْفَ دَابَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَمِعَنِي وَأَنَا أَقُولُ: لاَ حَوْلَ وَلاَ
قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ فَقَالَ لِي: يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ قَيْسٍ قُلْتُ:
لَبَّيْكَ رَسُولَ اللهِ قَالَ: أَلاَ أَدُلُّكَ عَلَى كَلِمَةٍ مِنْ كَنْزٍ مِنْ
كُنُوزِ الْجَنَّةِ قُلْتُ: بَلَى يَا رَسُولَ اللهِ فَدَاكَ أَبِي وَأُمِّي
قَالَ: لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ
Dari . Abu Musa Al Asy’ari
menuturkan : “Ketika Rasulullah saw menuju perang Khaibar bersama
sahabat-sahabatnya, ketika mereka mendaki suatu lembah, maka mereka mengucapkan
kalimat Allahu akbar Allahu akbar laa ilaaha illallah dengan suara yang keras.”
Sabda Rasulullah saw : “Kasihinilah diri
kalian, sesungguhnya kalian tidak menyeru Dzat yang tuli dan yang gaib.
Sesungguhnya kalian menyeru Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Dekat dan Dia
menyertai kalian.”
Kata Abu Musa ra : “Pada waktu itu, aku
berada di belakang kendaraan Rasulullah saw dan beliau saw mendengar ucapan :
“Laa haula walaa quwwata illaa billaah.”
Maka beliau saw berkata kepadaku :
“Wahai Abu Qais.”
Jawabku : “Labbaika ya Rasulullah.”
Tanya beliau saw : “Maukah engkau aku
tunjukkan sebuah kalimat yang termasuk perbendaharaan kekayaan surga?”
Jawabku : “Mau ya Rasulullah, demi ayah
dan ibuku.”
Sabda beliau saw : “Laa haula walaa
quwwata ilaa billah adalah perbendaharaan kekayaan surga.” (Bukhari, 64,
kitabul Maghazi, 38, bab peperangan khaibar).
Saya tidak mengetahui komentar al albani
tentang hadis tsb
Saya katakan hadis tsb muttafaq
alaih , imam Muslim juga meriwayatkannya di nomer 2704 Tirmidzi
3374 Abu Dawud 1526 Ibnu Majah 3534 Ahmad 19026
Mereka itu menganggap Allah tuli hingga di
keraskan ketika baca sholawat . Anehnya imam dan makmumnya terus saja melakukan
salat berikutnya dan setelahnya akan ada bacaan sholawat yang keras
lagi . Bertahun – tahun hal ini berjalan dan di biarkan saja lalu merasa
benar dengan kekeliruan ini . Kembalilah kepada ayat :
قُلْ مَنْ يُنَجِّيكُمْ
مِنْ ظُلُمَاتِ الْبَرِّ وَالْبَحْرِ تَدْعُونَهُ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً لَئِنْ
أَنْجَانَا مِنْ هَذِهِ لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Katakanlah: "Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari
bencana di darat dan di laut, yang kamu berdo`a kepada-Nya dengan berendah diri
dan dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): "Sesungguhnya jika Dia
menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi orang-orang yang
bersyukur."[4]
Setelah salam taroweh ke lima , pak mudin membaca :
صَلُّوا سُنَّةَ
التَّراَوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةً آجَرَكُمُ اللهُ
Makmum menjawab secara bersamaan sbb :
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
Lalu Pak mudin membaca dengan
suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Makmum menjawab dengan bersamaan : :
اللهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Setelah salam taroweh ke enam , pak mudin membaca :
ثَالِثُ خَلِيْفَةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانْ
Rasulullah adalah Usman bin AffanrArtinya
: Kholifah ke tiga
Para makmum menjawab dengan suara keras :
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Lalu pak mudin membaca dengan suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Lalu makmum menjawab :
اللهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Setelah salam taroweh ke tiujuh , mudin membaca :
صَلُّوا سُنَّةَ
التَّراَوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةً آجَرَكُمُ اللهُ
Makmum menjawab secara bersamaan sbb :
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
Lalu Pak mudin membaca dengan
suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Lalu makmum menjawab dengan bersamaan : :
اللهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Setelah salam salat taroweh yang ke delapan , pak mudin
membaca dengan suara sbb :
رَابِعُ
خَلِيْفَةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلِيُّ بْنُ أَبِى
طَالِبْ
Rasulullah adalah Usman bin AffanrArtinya
: Kholifah ke tiga
Para makmum menjawab dengan suara keras :
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
Lalu mudin membaca dengan suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Lalu makmum menjawab :
اللهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Setelah salam yang ke sembilan , mudin membaca :
آخِرُالتَّراَوِيْحِ
رَكْعَتَيْنِ جَمَاعَةً آجَرَكُمُ اللهُ
Makmum menjawab secara bersamaan sbb :
لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ
مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ
Lalu sebagian makmum membaca
dengan suara keras:
اللهُمَّ صَلِّ عَلَى
سَيِّدِنَا وَمَوْلاَناَ مُحَمَّدْ
Lalu makmum menjawab dengan bersamaan : :
اللهُمَّ
صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَيْهْ
Selingan dzikir seperti itu jelas sekedar budaya
lokal belaka , bila di cari dalilnya sampai tubuhmu capek
atau ngantuk dan panik , kamu tidak akan menjumpainya . Lebih baik
tinggalkanlah karena tidak ada tuntunannya dan jalankan hadis ;
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ *
Barang siapa yang menjalankan sesuatu yang tidak cocok dengan
urusan kami maka tertolak .[5]
« . مَنْ أَحْدَثَ
فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ » .
Barang siapa mengada-ngadakan sesuatu dalam urusan agama yang
tidak terdapat dalam agama maka dengan sendirinya tertolak * [6]
Dalam
bahtsul-masail-ijtimaiyah.blogspot.com ada keterangan sbb :
Hukum mengucapkan رضي الله عنه pada sholat tarowih
Hukumnya boleh
asal ucapan tersebut tidak dianggap khusus waktu tarowih, jika dianggap khusus
waktu tarowih saja maka dianggap bid’ah
Referensi :
Referensi :
وَأَمَّا التَّرَضِّي عَنِ الصَّحَابَةِ فَلَمْ يَرِدْ بِخُصُوْصِهِ هُنَا كَبَيْنَ تَسْلِيْمَاتِ التَّرَاوِيْحِ ، بَلْ هُوَ بِدْعَةٌ إِنْ أَتَي بِهِ يَقْصِدُ أَنَّهُ سُنَّةٌ فِي هَذَا الْمَحَلِّ بِخُصُوْصِهِ ، لاَ إِنْ أَتيَ بِهِ بِقَصْدِ كَوْنِهِ سُنَّةً مِنْ حَيْثُ اْلعُمُوْمِ ِلإِجْمَاعِ الْمُسْلِمِيْنَ عَلَى سَنِّ التَّرَضِّي عَنْهُمْ ، وَلَعَلَّ الْحِكْمَةَ فِي التَّرَضِّي عَنْهُمْ وَعَنِ الْعُلَمَاءِ وَالصُّلَحَاءِ التَّنْوِيْهُ بِعُلُوِّ شَأْنِهِمْ وَالتَّنْبِيْبهِ بِعَظْمِ مَقَامِهِمْ
Maksudnya :
Mengucapkan رضي الله عنه untuk para sahabat di sela-sela salam pada waktu sholat tarowih, tidak terdapat dalil secara khusus, bahkan dianggap bid’ah apabila lafadz " رضي الله عنه " tersebut dikhususkan untuk keadaan itu (tarowih saja).
Akan tetapi hukum mengucapkan " رضي الله عنه " tidak apa-apa ( tidak bid’ah / Sunnah) apabila untuk waktu kapan saja (umum). Hal ini didasarkan Ijma’ para Ulama’ . Hikmah bacaan terebut adalah memberikan pujian-pujian atas keluhuran derajat mereka dan mengingatkan besarnya kedudukan mereka.
Label: Agama dan Ilmu Agama
mengucapkan
" رضي
الله عنه " untuk para sahabat tidak ada dalilnya disini
ya`ni antara salam – salam salat taroweh. Bahkan di katakan bid`ah
, bila di lakukan dengan tujuan bahwa mengucapkan " رضي الله عنه
" di situ secara husus adalah sunnah .
Tapi bila
mengucapkan " رضي الله عنه " dengan niat secara umum
ia adalah sunat maka boleh – boleh saja karena kaum muslimin telah
ijma` kepadanya .
Barang kali
hikmah mengucapkan " رضي الله عنه " untuk para sahabat ,
ulama dan kaum salihin mengagungkan derajat mereka yang luhur dan posisi
mereka yang agung .
Sebetulnya
mengucapkan " رضي الله عنه " adalah budaya yang
tidak di kenal di masa sahabat , bila perkataan saya ini tidak di percaya ,
silahkan itu hakmu , tapi saya juga punya hak untuk membawakan
bukti sbb :
عَنْ عَائِشَةَ،
قَالَتْ: لَمَّا ثَقُلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
جَاءَ بِلاَلٌ يُؤْذِنُهُ بِالصَّلاَةِ فَقَالَ: مُرُوْا أَبَا بَكْرٍ أَنْ
يُصَلِّيَ بِالنَّاسِ، فَقُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ
أَسِيفٌ وَإِنَّهُ مَتَى مَا يَقُمْ مَقَامَكَ لاَ يُسْمِعُ النَّاسَ فَلَوْ
أَمَرْتَ عُمَرَ فَقَالَ: مُرُوْا أَبَا بَكْرٍ يُصَلِّي بِالنَّاسِ؛ فَقُلْتُ
لِحَفْصَةَ: قُوْلِي لَهُ إِنَّ أَبَا بَكْرٍ رَجُلٌ أَسِيفٌ، وَإِنَّهُ مَتَى
يَقُمْ مَقَامَكَ لاَ يُسْمِعُ النَّاسَ فَلَوْ أَمَرْتَ عُمَرَ قَالَ: إِنَّكُنَّ
لأَنْتُنَّ صَوَاحِبُ يُوْسُفَ، مُرُوْا أَبَا بَكْرٍ أَنْ يُصَلِّيَ بِالنَّاس؛
فَلَمَّا دَخَلَ فِي الصَّلاَةِ وَجَدَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ فِي نَفْسِهِ خِفَّةً، فَقَامَ يُهَادَى بَيْنَ رَجُلَيْنِ،
وَرِجْلاَهُ تَخُطَّانِ فِي الأَرْضِ حَتَّى دَخَلَ الْمَسْجِدَ؛ فَلَمَّا سَمِعَ
أَبُوْ بَكْرٍ حِسَّهُ، ذَهَبَ أَبُوْ بَكْرٍ يَتَأَخَّرُ؛ فَأَوْمَأَ إِلَيْهِ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، فَجَاءَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ حَتَّى جَلَسَ عَنْ يَسَارٍ أَبِي بَكْرٍ،
فَكَانَ أَبُوْ بَكْرٍ يُصَلِّي قَائِمًا، وَكَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُصَلِّي قَاعِدًا، يَقْتَدِي أَبُوْ بَكْرٍ بِصَلاَةِ
رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ ، وَالنَّاسُ مُقْتَدُوْنَ
بِصَلاَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ
239.
Aisdyah berkata: “Ketika sakit Nabi saw mulai keras, maka Bilal datang dan
memberitahu bahwa shalat telah diiqamatkan.”
Beliau
saw bersabda: “Suruhlah Abu Bakar ra mengimami shalat berjamaah.”
Kataku:
“Ya Rasulullah, sesungguhnya Abu Bakar ra adalah seorang yang lemah
hatinya, jika ia berdiri di tempatmu, pasti orang tidak akan mendengar
bacaannya, karena ia suka menangis. Bagaimanakah jika engkau menyuruh Umar ra?”
Sabda
beliau saw: “Suruhlah Abu Bakar ra mengimami shalat berjamaah.”
Aku
berkata kepada Hafsah: “Katakan kepada beliau saw bahwa Abu Bakar ra adalah
seorang yang lemah hatinya, jika ia berdiri di tempatmu, pasti orang tidak akan
mendengar bacaannya, karena ia suka menangis. Bagaimanakah jika engkau menyuruh
Umar ra?”
Sabda
beliau saw: “Sesungguhnya kalian adalah bagai kaum wanita yang ada di masa
Yusuf as. Suruhlah Abu bakar ra mengimami shalat berjamaah.”
Maka
Abu Bakar mengimami shalat berjamaah selama beberapa hari.
Ketika
Rasulullah saw merasa kondisinya membaik, maka beliau saw berusaha menghadiri
shalat berjamaah dengan dipapah oleh dua orang lelaki dan beliau saw berjalan
sambil menyeret kedua kakinya di tanah sampai masuk ke dalam masjid. Ketika Abu
Bakar ra mendengar kehadiran beliau saw, maka ia berusaha mundur ke belakang,
tetapi beliau saw memberi isyarat kepadanya agar tetap berada di tempatnya.
Beliau saw datang sampai duduk di sebelah kiri Abu Bakar ra. Maka Abu Bakar ra
shalat berdiri dan beliau saw shalat duduk. Abu Bakar ra mengikuti shalat
Rasulullah saw, sedang para makmum mengikuti shalat Abu Bakar ra.[7] (Bukhari, 10, kitab adzan, 68, bab
seorang mengikuti sang imam dan para makmum yang lain mengikutinya).
Lihat
dalam hadis tsb nama Abu bakar , Hafshah dan Aisyah di sebut tanpa mengucapkan
" رضي
الله عنه " .
Apakah
Aisyah yang mengisahkan hadis itu tidak mengerti bahwa mengucapkan " رضي الله عنه " itu sunah . Apakah mungkin Aisyah mengabaikan sunnah itu ? Terus
bila benar sunah , mana perintahnya . Dalam buku - buku
sering di sebut nama sahabat dengan kalimat
ra ya`ni sama dengan mengucapkan " رضي الله عنه ".
Bila tidak saya kasih , maka editor saya akan menambahnya dan
bila tidak , maka kebanyakan orang akan merasa tidak enak ,
nama sahabat tidak di kasih ra .
Ada hadis lagi sbb :
عَنْ جَبَلَةَ، كُنَّا بِالْمَدِينَةِ فِي بَعْضِ أَهْلِ الْعِرَاقِ،
فَأَصَابَنَا سَنَةٌ، فَكَانَ ابْنُ الزُّبَيْرِ يَرْزُقُنَا التَّمْرَ فَكَانَ
ابْنُ عُمَرَ يَمُرُّ بِنَا، فَيقُولُ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، نَهى عَنِ الإِقْرَانِ، إِلاَّ أَنْ يَسْتَأْذِنَ الرَّجُلُ مِنْكُمْ
أَخَاهُ
Jabalah ra menuturkan : “Di suatu musim
paceklik, ketika kami berada di Madinah bersama sejumlah orang Irak, maka Ibnu
Jubair menyuguhkan buah kurma kepada kami. Pada waktu itu, Ibnu Umar yang
sedang lewat di depan kami berkata : “Sesungguhnya Rasulullah melarang orang
makan dua buah kurma sekaligus, kecuali yang lain memberi ijin kepadanya.”
(Bukhari, 46, Kitabul Madzalim, 14, bab jika seorang telah mendapat ijin dari
yang lain, maka ia boleh melakukannya).
Al albani menyatakan : Hadis tsb Muttafaq
alaih , assilsilah assahihah 222/5
Lihat lagi nama Ibnu Umar , Jaballah dan Ibnu Az
zubair di sebut tanpa menyebut " رضي الله عنه "
Bila benar di anjurkan , mengapa
bila di sebut nama orang jelek tidak di bacakan doa ya Allah
berilah hidayah kepadanya atau hadahullah atau semoga
Allah memberikan hidayah . Bila ra setelah sahabat di sunatkan ,
maka setelah orang jelek ini juga di sunatkan membaca
hadahullah . Mestinya adilnya begitu . Tapi ternyata ra sudah
membudaya dan hadahullah tidak .
وَاْلاِصْطِلاَحُ أَنَّ
التَّرّضِّي يَكُوْنُ عَلَى الصَّحَابَةِ فَقَطْ ، وَالصَّلاَةُ وَالتَّسْلِيْمُ
عَلَى اْلاَنْبِيَاءِ . وَالتَّجَاوُزُ مِنَ اْلاَقْدَمِيْنَ كَانَ عَلَى مَا
أَظُنُّ مِنَ السَّهْوِ وَلَكِنْ فِيْمَا بَعْدُ اِتَّخَذَ بَعْضُ النَّاسِ
مُخَالَفَةَ الْمُصْطَلَحِ تَعَصُّبًا أَوْ شِعَارًا .
Istilah رضي الله عنه untuk para sahabat saja sedang
sholawat dan salam untuk para nabi. Pelanggaran dari kalangan leluhur
karena ke alpaan menurut perkiraanku . Tapi di masa selanjutnya sebagian
orang menyalahi budaya itu karena fanatik atau syi`ar. [8]
Kelihatannya , al albani di sini tidak menganjurkan atau
mensunnahkan mengucapkan رضي الله عنه tapi ia sekedar budaya belaka .
Kalau orang syi`ah jelas melewati batas. Ada seorang tokoh syi`ah di abad dua
puluh ini melaknat dengan terang- terangan waktu berdoa ketika
menjalankan salat . Ini malah bid`ah dan perbuatan sesat , sampai berani
melaknat Abu bakar , Aisyah dan Umar waktu salat wajib dan saya punya vidionya
, saya juga mendengar sendiri dan melihat sendiri. Mungkin karena , orang –
orang syi`ah me,laknat sebagian para sahabat ini , sehingga
ulama dulu menulis رضي الله عنه di akhir nama para
sahabat . Seandainya tanpa istilah رضي الله عنه akan lebih
cocok dengan budaya di kalangan sahabat sekalipun bertentangan
dengan budaya saat ini . Sebab tidak semua sahabat nabi itu di
rida`I oleh Allah , lihat sebagian sahabat ada yang di tolak untuk
minum telaga kautsar sebagaimana hadis sbb :
\
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ: لَيَرِدَنَّ عَلَيَّ نَاسٌ مِنْ
أَصْحَابِي الْحَوْضَ حَتَّى عَرَفْتُهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِي، فَأَقُولُ:
أَصْحَابِي فَيَقُولُ: لاَ تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
Anas ibnu Malik ra menuturkan : “Nabi saw
bersabda : “Kelak akan datang sebagian orang dari sahabat-sahabatku di telaga
sampai aku mengenali mereka, tetapi mereka dijauhkan dariku, sehingga aku
berkata : “Mereka adalah sahabat-sahabatku.”
Dikatakan kepadaku : “Engkau tidak
mengetahui kebid`ahan yang telah mereka lakukan sepeninggalmu.” (Bukhari,
81, kitabu Ruqaq, 53, bab Telaga Al Kautsar dan firman Allah : “Inna
a’thainaaka Al Kautsar).
Al albani menyatakan : Hadis tsb sahih ,
lihat di buku karyanya : sahihul jami` 1470
Hadis itu menyatakan ada sebagian sahabat nabi yang tidak bisa
minum telaga kautsar , karena sepeninggal nabi menjalankan berbagai kebid`ahan
. Sudah tentu , sulit sekali mereka itu di masukkan dalam golongan
orang – orang yang mendapat rida dari Allah . Bila mendapatkannya akan
Rasulullah jugarlangsung bisa minum telaga Kautsar itu .
Saat itu , tidak memberikan
syafaat agar mereka bisa minum. Ada hadis lagi sbb :
عَنْ جَابِرِ بْنِ
عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ : أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللهِ
بِالْجِعْرَانَةِ مُنْصَرَفَهُ مِنْ حُنَيْنٍ وَفِي ثَوْبِ بِلاَلٍ فِضَّةٌ
وَرَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْبِضُ مِنْهَا يُعْطِي
النَّاسَ فَقَالَ يَا مُحَمَّدُ اعْدِلْ قَالَ وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا
لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ لَقَدْ خِبْتَ وَخَسِرْتَ إِنْ لَمْ أَكُنْ أَعْدِلُ فَقَالَ
عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ دَعْنِي يَا رَسُولَ اللهِ
فَأَقْتُلَ هَذَا الْمُنَافِقَ فَقَالَ مَعَاذَ اللهِ أَنْ يَتَحَدَّثَ النَّاسُ أَنِّي
أَقْتُلُ أَصْحَابِي إِنَّ هَذَا وَأَصْحَابَهُ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ
يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ يَمْرُقُونَ مِنْهُ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ
الرَّمِيَّةِ *
Dari Jabir bin Abdullah r.a katanya: Seorang lelaki telah
datang menemui Rasulullah s.a.w di Ja'ranah setelah kembali
dari Peperangan Hunain. Pada pakaian Bilal terdapat perak dan
Rasulullah s.a.w mengambilnya untuk dibagikan kepada orang banyak.
Dia berkata: Wahai Muhammad! Berbuatlah adil.
Rasulullah s.a.w bersabda: Celakalah kamu!
Siapa lagi yang lebih adil? Jika aku tidak adil. Pasti kamu yang rugi,
jika aku tidak berlaku adil.
Umar bin al-Khattab r.a berkata: Biarkan aku membunuh si munafik
ini, wahai Rasulullah !
Rasulullah s.a.w bersabda: Aku berlindung dengan
Allah dari kata-kata manusia bahwa aku membunuh sahabatku sendiri. Sesungguhnya
orang ini dan teman-temannya membaca al-Quran tetapi tidak melampaui
kerongkong mereka.Mereka keluar dari ajaran Quran sebagaimana anak
panah melintasi sasarannya [9]
Itulah r yang menjadi khowarij setelah
Rasulullah rsahabat Rasulullah
meninggal dunia , lalu apakah kita boleh mendoakan kepada orang –
orang munafik setelah meninggalnya agar mereka mendapat rida dari Allah
. Dan bagaimana dengan ayat :
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ
جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ
جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
Hai Nabi,
berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan
bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah neraka Jahannam. Dan
itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya. [10]
sendiri tidak
mengetahuinya sebagaimana ayat :rDi antara sahabat nabi juga ada yang
munafik dan Rasulullah
: وَمِمَّنْ حَوْلَكُمْ
مِنَ اْلأَعْرَابِ مُنَافِقُونَ وَمِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ مَرَدُوا عَلَى
النِّفَاقِ لاَ تَعْلَمُهُمْ نَحْنُ نَعْلَمُهُمْ سَنُعَذِّبُهُمْ مَرَّتَيْنِ
ثُمَّ يُرَدُّونَ إِلَى عَذَابٍ عَظِيمٍ(101)
Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu, ada
orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan
dalam kemunafikannya. Kamu (Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah
yang mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali kemudian mereka
akan dikembalikan kepada azab yang besar.[11]
Rasyid rida pernah berkata :
التَّرَضِّي عَنِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ وَسَائِرِ اْلعَشْرَةِ مِنَ الصَّحَابَةِ
الْمُبَشَّرِيْنَ بِالْجَنَّةِ (رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ ) حَسَنٌ وَقَدْ شَرَعَ
اللهُ لَنَا أَنْ نَدْعُوَ ِلأَنْفُسِنَا وَِلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا
ِباْلإِيْمَانِ وَهٰؤُلاَءِ اْلعَشْرَةُ خِيَارُهُمْ ، وَلاَ يَنْبَغِي أَنْ
يَلْتَزِمَ دَائِماً ِلئَلاَّ يَظُنَّ اْلعَوَامُ أَنَّهُ وَاجِبٌ ، وَإِذَا كَانَ
مُلْتَزِماً فِي بَلَدٍ وَخَشِيَ مِنْ سُوْءِ تَأْثِيْرِ تَرْكِهِ فِي اْلعَامَّةِ
فَيَنْبَغِي ِللْخَطِيْبِ أَنْ يَتَّقِيَ سُوْءَ هَذَا التَّأْثِيْرَ بِأَنْ
يَذْكُرَ عَلَى الْمِنْبَرِ أَنَّ هَذَا دُعَاءٌ مُسْتَحَبٌّ عَلَى إِطْلاَقِهِ
وَلَمْ يَطْلُبْهُ الشَّرْعُ فِي الْخُطْبَةِ فَهُوَ لَيْسَ مِنْ أَرْكاَنِهَا
وَلاَ مِنْ سُنَنِهَا . وَإِلاَّ بَقِيَ مُوَاظِباً عَلَيْهِ .
Mengucapkan
رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ untuk
khulafaur rasyidin dan sepuluh sahabat yang di beri kabar
gembira untuk masuk ke surga adalah perbuatan baik . Sungguh Allah telah
mengajarkan kepada kita untuk berdoa kepada diri dan teman –
teman kita yang beriman dan telah meninggal terlebih dulu . Sepuluh figur
sahabat itu manusia terpilih di antara mereka . Namun kita tidak terus
menerus mengucapkan hal itu untuk mereka agar orang awam tidak
mengira wajib . Bila seseorang berdomisili di suatu kota , lalu takut
efek negatif terhadap kaum awam , maka seorang khatib hendaklah menghindari
efek ini dengan menyebut di atas mimbar bahwa doa sedemikian
ini di sunatkan secara mutlak . Tapi tidak di haruskan dalam hutbah . Ia
tidak termasuk rukun maupun sunnahnya . Bila tidak demikian , maka
dia akan terus menerus mengikuti budaya itu . [12]
Bila faktornya hanya
mendoakan baik kepada sesama muslim yang telah meninggal dunia ,
maka seluruh kaum muslimin selain sahabat di doakan dengan
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ juga baik , itu sekedar doa agar dia di ridai
oleh Allah . Karena itu akan lebih baik kita kembali ke masa
sahabat di mana satu sama lain menyebut nama Abu bakar , Umar
,Usman atau Ali atau sahabat – sahabat yang lain tanpa menyebut رَضِيَ اللهُ عَنْهُ akan lebih baik . Dan masalah ini
bukan masalah besar
[1] Al a`raf 205
[2] Al a`raf 55
[3] Lukman 12-19
[4] Alan`am 63
[5] Sahih Bukhori
[6] HR Bukhori /
Salat / 2499. Muslim /
Aqdliah / 3242. Abu dawud/Sunnah / 3990. Ibnu Majah / Muqaddimah /14. Ahmad /
73,146,180,240,206,270/6
[7] Allu`lu` wal marjan 130. Al albani
berkata : sahih
Lihat
di kitab karyanya : : Sahih wa dho`if sunan Ibnu Majah 232/3
atta`liq alabni Khuzaimah 1616 fiqhus sirah 499 . irwa`ul ghilil fii
takhriji ahaditsi manaris sabil 541
[8] Dho` if tirmidzi 562/1
[9] Muttafaq alaih ,
Bukhori 2905
[10] Attaubah 73
[11] Attaubat 101
[12] Majalah al manar 51 / 31
Read more: http://mantankyainu.blogspot.com/2011/05/bidah-berzikir-dengan-keras-setelah.html#ixzz1wxffrNuv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar