Nikah adalah suatu jenjang yang amat sakral, sebagai jalan untuk mencari yang halal dari yang sebelumnya terlarang. Namun nikah dengan seorang wanita tidak bisa asal-asalan. Ada syarat yang mesti dipenuhi seperti mesti adanya wali dan mahar. Begitu pula ada bentuk nikah yang terlarang dan membuat akadnya menjadi tidak sah yang sudah sepatutnya kita jauhi. Bentuk nikah seperti apa sajakah itu? Simak dalam tulisan sederhana berikut.
Pertama: Nikah Syighor
Bentuk nikah syighor adalah si A menikahkan anak, saudara atau yang berada
di bawah perwaliannya pada si B, namun dengan syarat si B harus menikahkan pula
anak, saudara atau yang di bawah perwaliannya pada si A. Bentuk nikah syighor
terserah terdapat mahar ataukah tidak. Keharaman bentuk nikah seperti ini telah
disepakati oleh para ulama (baca: ijma’), namun mereka berselisih apakah nikahnya
sah ataukah tidak. Jumhur (mayoritas ulama) berpendapat bahwa nikah
seperti ini tidaklah sah. Alasan jumhur adalah dalil-dalil berikut ini.Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الشِّغَارِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah syighor.”
(HR. Muslim no. 1417)Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنِ الشِّغَارِ ، وَالشِّغَارُ
أَنْ يُزَوِّجَ الرَّجُلُ ابْنَتَهُ عَلَى أَنْ يُزَوِّجَهُ الآخَرُ ابْنَتَهُ ،
لَيْسَ بَيْنَهُمَا صَدَاقٌ
“Sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah syighor
yang bentuknya: seseorang menikahkan anaknya pada orang lain namun ia memberi
syarat pada orang tersebut untuk menikahkan anaknya untuknya dan di antara
keduanya tidak ada mahar.” (HR. Bukhari no. 5112 dan Muslim no. 1415)Dari Abu Hurairah, ia berkata,
نَهَى
رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الشِّغَارِ. زَادَ ابْنُ نُمَيْرٍ
وَالشِّغَارُ أَنْ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ زَوِّجْنِى ابْنَتَكَ
وَأُزَوِّجُكَ ابْنَتِى أَوْ زَوِّجْنِى أُخْتَكَ وَأُزَوِّجُكَ أُخْتِى
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bentuk nikah
syighor.” Ibnu Numair menambahkan, “Bentuk nikah syighor adalah seseorang
mengatakan pada orang lain: ‘Nikahkanlah putrimu padaku dan aku akan menikahkan
putriku padamu, atau nikahkanlah saudara perempuanmu padaku dan aku akan
menikahkan saudara perempuanku padamu’.” (HR. Muslim no. 1416)Dari ‘Abdurrahman bin Hurmuz Al A’roj, ia berkata,
أَنَّ
الْعَبَّاسَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْعَبَّاسِ أَنْكَحَ عَبْدَ الرَّحْمَنِ
بْنَ الْحَكَمِ ابْنَتَهُ وَأَنْكَحَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ ابْنَتَهُ وَكَانَا
جَعَلاَ صَدَاقًا فَكَتَبَ مُعَاوِيَةُ إِلَى مَرْوَانَ يَأْمُرُهُ بِالتَّفْرِيقِ
بَيْنَهُمَا وَقَالَ فِى كِتَابِهِ هَذَا الشِّغَارُ الَّذِى نَهَى عَنْهُ رَسُولُ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
“Al ‘Abbas bin ‘Abdillah bin Al ‘Abbas menikahkan puterinya dengan
‘Abdurrahman bin Al Hakam, lalu ‘Abdurrahman menikahkan puterinya dengan
Al ‘Abbas dan ketika itu terdapat mahar. Lantas Mu’awiyah menulis surat dan dikirim pada
Marwan. Mu’awiyah memerintahkan Marwan untuk memisahkan antara dua pasangan
tadi. Mu’awiyah berkata dalam suratnya, “Ini termasuk bentuk nikah syighor
yang telah dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR.
Abu Daud no. 2075 dan Ahmad 4: 94. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
hasan)Bentuk nikah syighor dinilai terlarang karena telah menetapkan syarat yang melanggar ketentuan Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا
بَالُ أُنَاسٍ يَشْتَرِطُونَ شُرُوطًا لَيْسَتْ فِى كِتَابِ اللَّهِ مَنِ
اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِى كِتَابِ اللَّهِ فَلَيْسَ لَهُ وَإِنْ شَرَطَ
مِائَةَ مَرَّةٍ شَرْطُ اللَّهِ أَحَقُّ وَأَوْثَقُ
“Kenapa orang-orang memberi persyaratan-persyaratan yang tidak
diperbolehkan dalam kitab Allah? Persyaratan apa saja yang tidak diperbolehkan
dalam kitab Allah merupakan persyaratan yang batil, meskipun seratus
persyratan. Ketetapan Allah lebih berhak untuk ditunaikan, dan persyaratan
Allah lebih kuat untuk diikuti.” (HR. Bukhari no. 2155 dan Muslim no.
1504)
Kedua: Nikah Muhallil
Kita telah ketahui bahwa maksimal talak adalah sampai talak ketiga. Dua
talak sebelumnya, masih bisa ada rujuk. Jika suami telah mentalak istri sampai
tiga kali, maka ia tidak bisa rujuk kembali sampai si istri nikah dengan pria
lain dan cerai lagi dengan cara yang tidak diakal-akali.Nikah muhallil yang dimaksud di sini adalah seseorang menikah wanita yang telah ditalak tiga, kemudian ia mentalaknya dengan tujuan supaya wanita ini menjadi halal bagi suami yang pertama. Nikah semacam ini terlarang, bahkan termasuk al kabair (dosa besar). Pria kedua yang melakukan nikah muhallil terkena laknat sebagaimana pria pertama yang menyuruh menikahi mantan istrinya.
Dari ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ’anhu, ia berkata,
لَعَنَ
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ المُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ
لَهُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat muhallil (laki-laki
yang menikahi seorang wanita dengan tujuan agar perempuan itu dibolehkan
menikah kembali dengan suaminya yang pertama) dan al muhallal lahu (laki-laki
yang menyuruh muhallil untuk menikahi bekas isterinya agar isteri tersebut
dibolehkan untuk dinikahinya lagi).” (HR. Abu Daud no. 2076 dan Ibnu Majah
no. 1934. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ
أُخْبِرُكُمْ بِالتَّيْسِ الْمُسْتَعَارِ؟ قاَلُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ،
قَالَ: هُوَ الْمُحَلِّلُ، لَعَنَ اللهُ المُحَلِّلَ وَالْمُحَلَّلَ لَهُ.
“Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang taisil musta’aar (domba
pejantan yang disewakan)?” Para sahabat
menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau kemudian bersabda, “Ia
adalah muhallil. Allah akan melaknat muhallil dan muhallal lahu.” (HR.
Ibnu Majah no. 1936. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)Dari ‘Umar bin Nafi’ dari bapaknya, bahwasanya ia berkata,
جَاءَ
رَجُلٌ إِلَى ابْنِ عُمَرَ فَسَأَلَهُ عَنْ رَجُلٍ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ثَلاَثًا،
فَتَزَوَّجَهَا أَخٌ لَهُ مِنْ غَيْرِ مُؤَامَرَةٍ مِنْهُ لِيَحِلَّهُ لأَخِيْهِ،
هَلْ تَحِلُّ لِلأَوَّلِ؟ قَالَ: لاَ، إِلاَّ نِكَاحَ رَغْيَةٍ، كُنَّا نَعُدُّ
هَذَا سَفَاحًا عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Telah datang seorang lelaki kepada Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma dan
menanyakan tentang seseorang yang telah menceraikan isterinya dengan talak
tiga, kemudian saudara laki-lakinya menikahi wanita tersebut tanpa adanya
persetujuan dengan suami pertama agar wanita tersebut halal kembali bagi
saudaranya, maka apakah wanita tersebut halal dinikahi kembali oleh suaminya
yang pertama?” Beliau menjawab, “Tidak, kecuali nikah yang didasari rasa suka,
kami menganggap hal tersebut adalah suatu hal yang keji pada zaman Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Al Hakim dalam Mustadroknya 2: 217.
Hakim berkata bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim. Adz Dzahabi
pun menyatakan demikian)Nikah muhallil dinilai terlarang dan nikahnya tidak sah, terserah apakah dipersyaratkan di awal bahwa si wanita akan dicerai supaya halal bagi suami pertama ataukah tidak disyaratkan tetapi hanya diniatkan.
Masih ada beberapa bahasan lainnya mengenai bentuk nikah yang terlarang yang akan dibahas pada edisi selanjutnya. Di antara pembahasan selanjutnya adalah mengenai nikah mut’ah. Semoga Allah memberi kemudahan.
@ Ummul Hamam, Riyadh KSA, 2 Shofar 1433 H
—
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Muslim.Or.Id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar