Adam
Turun di India
Dalam
kisah-kisah para naib dan rasul, disebutkan kisah masyhur bahwa Adam turun di
negeri India,
berdasarkan hadits yang lemah berikut ini,
نَزَلَ
آدَمُ بِالْهِنْدِ وَاسْتَوْحَشَ فَنَزَلَ جِبْرِيْلُ فَنَادَى بِالْأَذَانِ اللهُ
أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مَرَّتَيْنِ
أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ مَرَّتَيْنِ قَالَ آدَمُ مَنْ مُحَمَّدٌ
قَالَ آخِرُ وَلَدِكَ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ
Hadits
ini dho’if (lemah), atau palsu, karena ada seorang rawi dalam sanadnya yang bernama
Muhammad bin Abdillah bin Sulaiman. Orang yang bernama seperti ini ada dua;
yang pertama dipanggil Al-Kufiy, orangnya majhul (tidak dikenal), sedang orang
yang seperti ini haditsnya lemah. Yang satunya lagi, dikenal dengan
Al-Khurasaniy. Orang ini tertuduh dusta. Jika dia yang terdapat dalam sanad
ini, maka hadits ini palsu. Hadits ini di-dho’if-kan oleh Syaikh Al-Albaniy
dalam Adh-Dho’ifah (403).
Bagi-bagi
Kejelekan
Mengangkat
dan merendahkan derajat suatu bangsa harus didasari oleh dalil dari Al-Qur’an
dan sunnah. Adapun hadits di bawah, maka tidak boleh dijadikan dalil dalam
merendahkan suku Barbar, karena kelemahan hadits ini:
الْخُبْثُ
سَبْعُوْنَ جُزْءًا فَجُزْءٌُ فِيْ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ وَتِسْعٌ وَسِتُّوْنَ
فِيْ الْبَرْبَرِ
“Kejelekan ada 70 bagian; satu bagian pada jin dan
manusia, dan 69 bagian pada orang-orang Barbar” . [HR. Ya’qub bin
Sufyan Al-Fasawiy dalam Al-Ma’rifah wa At-Tarikh (2/489), Ath-Thobraniy dalam
Al-Ausath (8672), dan Ibnu Qoni’ dalam Mu’jam Ash-Shahabah].
Mengangkat
dan merendahkan derajat suatu bangsa harus didasari oleh dalil dari Al-Qur’an
dan
Hadits
ini adalah hadits yang lemah menurut penilaian Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam
As-SilsilahAdh-Dho’ifah (2535), karena dalam hadits ini terdapat dua penyakit:
Inqitho’ (keterputusan) antara Yazid bin Abi Habib dengan Abu Qois, dan
terjadinya idhthirob (kesimpangsiuran) dari sisi sanad akibat kelemahan seorang
rawi yang bernama Abu Sholih (dikenal dengan Katib Al-Laits).
Kisah
Nabi Idris bersama Malaikat Maut
Disana ada
sebuah kisah palsu yang dinisbahkan secara dusta kepada Nabi Idris -Shollallahu
‘alaihi wasallam- . Saking masyhurnya kisah ini, banyak penulis, dan majalah
yang menukilnya, seperti kami pernah temukan dalam Majalah “Anak Shaleh”. Bunyi
hadits itu:
إِنَّ
إِدْرِيْسَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ صَدِيْقًا لِمَلَكِ الْمَوْتِ.
فَسَأَلَهُ أَن يُرِيَهُ الْجَنَّةَ وَ النَّارَ, فَصَعَدَ إِدْرِيْسُ فَأَرَاهُ
النَّارَ فَفَزِعَ مِنْهَا وَكَادَ يُغْشَى عَلَيْهِ, فَالْتَفَّ عَلَيْهِ مَلَكُ
الْمَوْتِ بِجَنَاحِهِ, فَقَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ: أَلَيْسَ قَدْ رَأَيْتَهَا؟
قَالَ: بَلىَ, وَلَمْ أَرَ كَالْيَوْمِ قَطُّ. ثُمَّ انْطَلَقَ بِهِ حَتَّى
أَرَاهُ الْجَنَّةَ, فَدَخَلَهَا, فَقَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ: انْطَلِقْ قَدْ
رَأَيْتَهَا. قَالَ إِلَى أَيْنَ؟ قَالَ مَلَكُ الْمَوْتِ: حَيْثُ كُنْتَ. قَالَ
إِدْرِيْسُ: لَا وَاللهِ ! لَا أَخْرُجُ مِنْهَا بَعْدَ أَنْ دَخَلْتُهَا.
فَقِيْلَ لِمَلَكِ الْمَوْتِ: أَلَيْسَ أَنْتَ قَدْ أَدْخَلْتَهُ إِيَّاهَا؟
وَإِنَّهُ لَيْسَ لِأَحَدٍ دَخَلَهَا أَنْ يَخْرُجَ مِنْهَا
“Sesungguhnya Nabi Idris -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- dulu berteman dengan Malaikat Maut. Lalu ia pun meminta kepadanya
agar diperlihatkan surga dan neraka. Maka idris pun naik (ke langit), lalu
Malaikat Maut memperlihatkan neraka kepadanya. Lalu Idris kaget sehingga hampir
pinsang. Maka Malaikat Maut mengelilingkan sayapnya pada Idris seraya berkata,
“Bukankah engkau telah melihatnya?” Idris berkata, “Ya, sama sekali aku belum
pernah melihatnya seperti hari ini”. Kemudian, Malaikat Maut membawanya sampai
ia memperlihatkan surga kepada Nabi Idris seraya masuk ke dalamnya. Malaikat
Maut berkata, “Pergilah, sesungguhnya engkau telah melihatnya”. “Kemana?”,
tanya Idris. “Ke tempatmu semula”, jawab Malaikat Maut. “Tidak ! Demi Allah,
aku tak akan keluar setelah aku memasukinya”, tukas Idris. Lalu dikatakanlah
kepada Malaikat Maut, “Bukankah engkau yang telah memasukkannya? Sesungguhnya
seorang yang telah memasukinya tidak boleh keluar darinya“. [HR.
Ath-Thobroniy dalam Al-Mu’jam Al-Ausath (2/177/1/7406)]
Hadits
ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh dusta,
yaitu Ibrahim bin Abdullah bin Khalid Al-Mishshishiy. Sebab itu, hadits ini
dicantumkan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam kumpulan hadits-hadits palsu di dalam
kitabnyaAdh-Dho’ifah (339).
Empat
Berkah dari Langit
Diantara
hadits palsu yang beredar di masyarakat adalah berikut ini. Konon kabarnya Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
إِنَّ
اللهَ أَنْزَلَ أَرْبَعَ بَرَكَاتٍ مِنَ السَمَاءِ إِلَى اْلأَرْضِ فَأَنْزَلَ
الْحَدِيْدَ وَالنَّارَ وَالْمَاءَ وَالْمِلْحَ
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan empat berkah dari
langit ke bumi; maka Allah menurunkan besi, api, air, dan garam“.
[HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/2/221)]
Hadits ini
palsu , tak benar datangnya dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Dalam
sanadnya terdapat Saif bin Muhammad, seorang pendusta !! Karenanya, Syaikh
Al-Albaniy Al-Atsariy -rahimahullah- menyatakan hadits ini palsu dalam
Adh-Dho’ifah (3053).
Fadhilah
Mendatangi Sholat Jama’ah
Fadhilah
sholat berjama’ah banyak disebutkan dalam hadits-hadits shohih. Adapun hadits
berikut adalah hadits lemah, tak boleh diamalkan, dan diyakini sebagai sabda
Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-:
اَلْمَشَّاؤُوْنَ
إِلَى الْمَسَاجِدِ فِي الظُّلَمِ أُوْلَئِكَ الْخَوَّاضُوْنَ فِيْ رَحْمَةِ اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ
“Orang yang sering berjalan menuju masjid dalam
kondisi gelap, mereka itu adalah orang yang berada dalam rahmat Allah –Azza wa
Jalla-”. [HR. Ibnu Majah dalam Sunan-nya (779), Ibnu Adi dalam
Al-Kamil (1/281), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqo (17/456) & (52/18)]
Hadits
ini adalah dho’if (lemah), karena ada dua rowi yang bermasalah dalam sanadnya: Muhammad bin
Rofi’, dan Isma’il bin Iyasy. Walau Isma’il tsiqoh, namun jika ia meriwayatkan
hadits dari selain orang-orang Syam, maka haditsnya lemah!! Hadits ini ia
riwayatkan dari Muhammad bin Rofi’, seorang penduduk Madinah. Ke-dho’if-an
hadits ini telah ditegaskan oleh Syaikh Al-Albaniy Al-Atsariy dalam
Adh-Dho’ifah (3059)
Padamkan
Neraka dengan Sholat
Jika kita
mau mengoleksi hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan sholat, maka terlalu
banyak. Namun disini kami mau ingatkan bahwa ada hadits lemah dalam hal ini,
yaitu hadits yang berbunyi:
إِنَّ
لِلّهِ تَعَالَى مَلَكًا يُنَادِيْ عِنْدَ كُلِّ صَلاَةٍ : يَا بَنِيْ آدَمَ
قُوْمُوْا إِلَى نِيْرَانِكُمْ الَّتِيْ أَوْقَدْتُمُوْهَا عَلَى أَنْفُسِكُمْ
فَأَطْفِئُوْهَا بِالصَّلاَةِ
“Sesungguhnya Allah -Ta’ala- memiliki seorang malaikat
yang memanggil setiap kali sholat, “Wahai anak Adam, bangkitlah menuju api
(neraka) kalian yang telah kalian nyalakan bagi diri kalian, maka padamkanlah
api itu dengan sholat“. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (9452)
dan Ash-Shoghir (1135), Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (3/42-43), dan lainnya]
Hadits
ini lemah , karena
ada seorang rawi bernama Yahya bin Zuhair Al-Qurosyiy. Dia adalah seorang
majhul (tak dikenal). Olehnya, Syaikh Al-Albaniy -rahimahullah- melemahkan
hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (3057)
Orang
Baik dibutuhkan Orang
Di antara
hadits palsu yang biasa diucapkan oleh sebagian da’i-da’i adalah hadits
berikut:
إِذَا
أَرَادَ اللهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا ؛ صَيَّرَ حَوَائِجَ النَّاسِ إِلَيْهِ
“Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba,
maka Allah akan menjadikan kebutuhan-kebutuhan manusia kepadanya“.
[HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/95)]
Hadits
ini palsu
disebabkan oleh adanya rowi dalam sanadnya yang bernama Yahya bin Syabib; dia
seorang pemalsu hadits. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy meletakkan hadits ini
dalam Adh-Dho’ifah (2224)
Manusia
yang Terburuk Kedudukannya
Banyak
sekali hadits-hadits lemah yang tersebar di kalangan kaum muslimin, namun
mereka tak sadar bahwa itu bukanlah sabda Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa
sallam-, seperti hadits:
إِنَّ
مِنْ أَسْوَأِ النَّاسِ مَنْزِلَةً مَنْ أَذْهَبَ آخِرَتَهُ بِدُنْيَا غَيْرِهِ
“Sesungguhnya
manusia yang paling buruk kedudukannya, orang yang menghilangkan
(menghancurkan) akhiratnya dengan dunia orang lain“. [HR. Ath-Thoyalisiy dalam
Al-Musnad (2398), dan Al-Baihaqiy dalam Syu'abul Iman (6938)]
Hadits
ini adalah hadits dho’if (lemah), karena rowi yang bernama Syahr bin Hausyab, seorang jelek
hafalannya dan banyak me-mursal-kan hadits, dan Al-Hakam bin Dzakwan, seorang
yang maqbul. Intinya, hadits ini lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh
Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (2229)
Ketentuan
dan Taqdir Allah
Ketentuan
dan taqdir Allah adalah perkara ghaib yang tidak boleh ditetapkan dengan hadits
lemah, apalagi palsu, seperti hadits ini:
إِذَا
أَرَادَ اللهُ إِنْفَاذَ قَضَائِهِ وَقَدَرِهِ ؛ سَلَبَ ذَوَيْ الْعُقُوْلِ
عُقُوْلَهُمْ حَتَّى يُنْفِذَ فِيْهِمْ قَضَاءَهُ وَقَدَرَهُ
“Apabila Allah ingin melaksanakan ketentuan, dan
taqdir-Nya, maka Allah akan menarik (menghilangkan) akalnya orang-orang yang
memiliki pikiran sehingga Allah melaksanakan ketentuan, dan taqdir-Nya pada
mereka“. [HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (14/99), Ad-Dailamiy
dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/100), dari jalur Abu Nu'aim dalam Tarikh Ashbihan
(2/332)]
Hadits
ini lemah, bahkan boleh jadi palsu , karena rowi yang bernama Lahiq bin Al-Husain. Sebagian
ahlul hadits menuduhnya pendusta, dan suka memalsukan hadits. Karenanya, Syaikh
Al-Albaniy memasukkannya dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (2215)
Bertaqwa
di Masa Tua
Bertaqwa
kepada Allah bukan hanya di masa tua, bahkan juga harus di masa muda. Namun
tentunya ketaqwaan lebih ditingkatkan lagi di masa tua berdasarkan
hadits-hadits shohih !! Bukan berdasarkan hadits palsu ini:
إِذَا
أَتَى عَلَى الْعَبْدِ أَرْبَعُوْنَ سَنَةً يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يَخَافَ اللهَ
تَعَالَى وَيَحْذَرَهُ
“Jika telah datang (lewat) 40 tahun pada diri seorang
hamba, maka wajib baginya untuk takut dan khawatir kepada Allah -Ta’ala-
“. [HR. Ad-Dailamiy dalam Al-Firdaus (1/89)]
Hadits
ini palsu, karena
ada rowi dalam sanadnya yang bernama Ahmad bin Nashr bin Abdillah yang dikenal
dengan Adz-Dari’. Dia adalah seorang pemalsu hadits, pendusta, dan dajjal.
Karenanya, Al-Albaniy Al-Atsariy menyatakannya palsu dalam Adh-Dho’ifah (2200)
Memulai
dengan Hamdalah
Ada sebuah hadits yang masyhur dalam
kitab-kitab dan lisan manusia yang menjelaskan harusnya seseorang memulai
segala urusan yang penting dengan membaca Alhamdulillah. Tapi hadits ini lemah
sebagaimana berikut ini perinciannya:
كُلُّ
أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِالْحَمْدِ فَهُوَ أَقْطَعُ
“Segala urusan penting yang tidak dimulai di dalamnya
dengan alhamdulillah, maka urusan itu akan terputus“. [HR. Ibnu
Majah dalam Sunan-nya (1894)]
Hadits
ini lemah, karena
ke-mursal-an yang terjadi pada sanadnya sebagaimana yang dijelaskan oleh Abu
Dawud dalam Sunan-nya (2/677), dan Syaikh Al-Albaniy. Karenanya, Al-Albaniy
melemahkan hadits ini dalam Al-Irwa’ (2).
Tanda
Tawadhu’
Tawadhu’
adalah perkara yang dianjurkan karena dia adalah akhlak yang mulia. Saking
mulianya sampai dalam hadits yang palsu pun disebutkan kemuliannya, seperti
hadits berikut:
مِنَ
التَّوَاضُعِ أَنْ يَشْرَبَ الرَّجُلُ مِنْ سُؤْرِ أَخِيْهِ وَمَنْ شَرِبَ مِنْ
سُؤْرِ أَخِيْهِ ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللهِ تَعَالَى رُفِعَتْ لَهُ سَبْعُوْنَ
دَرَجَةً وَمُحِيَتْ عَنْهُ سَبْعُوْنَ خَطِيْئَةً وَكُتِبَ لَهُ سَبْعُوْنَ
دَرَجَةً
“Di antara bentuk ketawadhu’an, seorang mau meminum
sisa minuman saudaranya. Barangsiapa yang meminum sisa minum saudaranya, karena
mencari wajah Allah -Ta’ala-, maka akan diangkat derajatnya sebanyak 70
derajat, dan akan dihapuskan 70 kesalahan darinya, serta dituliskan baginya 70
derajat.” [HR.Ad-Dauqutniy sebagaimana dalam Al-Maudhu'at (3/40)
karya Ibnul Juaziy]
hadits ini
adalah hadits yang palsu karena ada seorang rawi yang bernama Nuh bin
Abi Maryam, dia adalah seorang yang tertuduh dusta. Selain itu hadits ini
semakin lemah karena Ibnu Juraij (seorang rawi dalam hadits ini) adalah seorang
yang mudallis, sedangkan ia meriwayatkannya secara mu’an’anah (menggunakan
lafadz dari). Demikia penjelasan Syaikh Al-Albaniy secara ringkas dalam
kitabnya Adh-Dho’ifah (79).
Orang-Orang
yang Beruntung
Orang-orang
yang beruntung banyak disinggung dalam Al-Qur’an dan sunnah yang shahihah.
Bahkan dalam hadits yang dho’if pun, seperti hadits berikut:
أَفْلَحَ
مَنْ كَانَ سُكُوْتُهُ تَفَكُّرًا وَنَظَرُهُ اِعْتِبَارًا أَفْلَحَ مَنْ وَجَدَ
فِيْ صَحِيْفَتِهِ اِسْتِغْفَارًا كَثِيْرًا
“Beruntunglah orang yang diamnya adalah tafakkur,
pandangannya adalah ibroh, beruntunglah orang yang mendapatkan istighfar yang
banyak dalam catatan amalannya” . [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad
Al-Firdaus (1/1/123)].
Hadits
ini adalah dho’if,
karena dalam sanadnya terdapat dua orang yang majhul (tidak dikenal), yaitu
Abul Khushaib Ziyad bin Abdurrahman, dan Husain bin Mansur Al-Asadiy Al-Kufiy
dan juga seorang yang lemah (Hibban ibnu Ali Al-Anaziy). Syaikh Al-Albaniy
menghukumi hadits ini dho’if (lemah) dalam Adh-Dho’ifah (2519).
Makanan
Dunia dan Akhirat
Banyak
sekali hadits dho’if yang tersebar di masyarakat. Utamanya hadits-hadits yang
berkaitan dengan janji-janji dan keutamaan, seperti hadits ini:
أَفْضَلُ
طَعَامِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّحْمُ
“Seutama-utamanya makanan dunia dan akhirat adalah
daging” . [HR. Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhu'afa' (1264)].
Hadits ini
dihukumi dho’if jiddan oleh Al-Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy
Al-Atsariy dalam Adh-Dho’ifah (2518), karena ada seorang rawi yang bernama Amr
bin Bakr As-Saksakiy. Hadits-haditsnya menyerupai hadits palsu. Sebab itu
Al-Hafizh menggelarinya dengan matruk (ditinggalkan karena biasa berdusta atas
nama manusia). Selain itu, anaknya (Ibrahim bin Amr As-Saksakiy) yang
meriwayatkan darinya senasib dengan ayahnya.
Berdzikir
Setiap Saat
Berdzikir
setiap saat merupakan perkara yang dianjurkan sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam hadits-hadits shohih, bahkan dalam hadits-hadits dho’if , seperti hadits
ini:
أَكْثِرُوْا
ذِكْرَ اللهِ عَلَى كُلِّ حَالٍ فَإِنَّهُ لَيْسَ عَمَلٌ أَحَبُّ إِلَى اللهِ
تَعَالىَ وَلَا أَنْجَى لِعَبْدٍ مِنْ كُلِّ سَيِّئَةٍ فِي الدُّنْيَا
وَالْآخِرَةِ مِنْ ذِكْرِ اللهِ تَعَالَى
“Perbanyaklah dzikir kepada Allah dalam segala
kondisi, karena tak ada suatu amalan yang lebih dicintai oleh Allah -Ta’ala- ,
dan lebih menyelamatkan seorang hamba dari segala kejelekan di dunia, dan
akhirat dibandingkan dzikir kepada Allah“. [HR. Adh-Dhiya'
Al-Maqdisiy dalam Al-Mukhtaroh (7/112/1)]
Hadits
ini palsu, karena
Abu Abdir Rahman Asy-Syamiy. Dia adalah seorang pendusta seperti yang
dinyatakan oleh Al-Azdiy -rahimahullah-. Ada
penguat bagi hadits ini dari riwayat Al-Baihaqiy , oh sayang hadits ini juga
palsu, karena ada rowinya bernama Marwan bin Salim Al-Ghifariy Al-Jazariy; dia
adalah pendusta. Lihat rincian palsunya hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2617)
Hati-hati
dengan Dunia
Seorang
manusia di dunia ibaratnya seorang musafir; ia singgah mengambil bekal menuju
akhirat berupa amal sholih. Namun dunia terkadang memperdaya kebanyakan manusia
:
إحذروا
الدنيا فإنها أسحر من هاروت وماروت
“Waspadalah terhadap dunia, karena ia lebih memperdaya
dibandingkan Harut dan Marut“.
Namun sayang
hadits ini adalah palsu, tak ada asalnya. Hadits ini disebutkan oleh Al-Ghozaliy dalam Ihya’
Ulumuddin, padahal ia palsu !! Al-Iroqiy dalam Takhrij Al-Ihya’ (3/177) menukil
dari Adz-Dzahabiy bahwa hadits ini mungkar, tak ada asalnya. Sebab itu, Al-Albaniy
menempatkannya dalam Adh-Dho’ifah (34) sebagai tempat bagi hadits palsu dan
dho’if.
Siapa
yang Adzan, itu yang Iqamat
“Barangsiapa yang adzan, maka dialah yang iqamat”.
[HR. Abud Dawud (514), At-Tirmidziy (199), dan lainnya]
Hadits ini
lemah karena berasal dari Abdurrahman bin Ziyad Al-Afriqiy. Dia lemah
hafalannya. Sebab itu Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dha’ifah (no. 35) dan
Al-Irwa’ (237).
Syaikh
Al-Albaniy berkata dalam Adh-Dha’ifah (1/110), “Di antara dampak negatif hadits ini, dia merupakan sebab timbul
perselisihan di antara orang-orang yang mau shalat, sebagaimana hal itu sering
terjadi. Yaitu ketika tukang adzan terlambat masuk mesjid karena ada udzur,
sebagian orang yang hadir ingin meng-iqamati shalat, maka tak ada seorang pun
di antara mereka kecuali ia menghalanginya seraya berhujjah dengan hadits ini.
Orang miskin ini tidaklah tahu kalau haditsnya lemah, tidak boleh
mengasalkannya kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, terlebih lagi
melarang orang bersegera menuju ketaatan kepada Allah, yaitu meng-iqamati
shalat”.
Barang
Siapa yang tidak Mengenal Imamnya…
Ketaatan
kepada penguasa merupakan perkara asasi di kalangan Ahlus Sunnah. Sebaliknya,
mendurhakai mereka merupakan perkara yang diharamkan, apalagi jika sampai
menghina, merendahkan mereka, dan mencabut tangan darinya, karena hal ini akan
menimbulkan kerusakan di kalangan hamba-hamba Allah.
Banyak
sekali dalil-dalil baik dalam Al-Kitab, maupun sunnah yang memerintahkan kita
untuk taat kepada pemerintah muslim, dan mengharamkan durhaka kepada mereka.
Namun ada
satu hal yang kami perlu ingatkan disini bahwa disana ada sebuah hadits yang
dho’if dalam masalah ini,
مَنْ
مَاتَ وَلَمْ يَعْرِفْ إِمَامَ زَمَانِـهِ مَاتَ مِيـْتَةً جَاهِلِيَّةً.
“Barangsiapa yang tidak mengenal imam (penguasa) di
zamannya, maka ia mati seperti matinya orang-orang jahiliyah”.
Ahmad bin
Abdul Halim Al-Harraniy berkata, “Demi
Allah, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah mengatakan
demikian . . .”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/525)]
Syaikh
Al-Albaniy -rahimahullah- berkata setelah menyatakan bahwa hadits ini tidak ada
asal-muasalnya, “Hadits ini pernah aku
lihat dalam sebagian kitab-kitab orang-orang Syi’ah dan sebagian kitab
orang-orang Qodiyaniyyah (Ahmadiyyah). Mereka menjadikannya sebagai dalil
tentang wajibnya berimam kepada si Pendusta mereka yang Mirza Ghulam Ahmad, si
Nabi gadungan. Andaikan hadits ini shahih, niscaya tidak ada isyarat sedikit
pun tentang sesuatu yang mereka sangka, paling tidak intinya kaum muslimin
wajib mengangkat seorang pemerintah yang akan dibai’at”. [Lihat
As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no. 350).
Agama
Adalah Akal
Dalam
ensiklopedia ini kami petikkan sebuah hadits yang biasa digunakan orang dan
masyhur menunjukkan keutamaan akal dan pikiran. Namun, kebanyakan orang tidak
mengenal kepalsuan hadits tersebut.
Adapun
hadits yang dimaksud, lafazhnya sebagai berikut:
اَلدِّيْنُ
هُوَ الْعَقْلُ, وَمَنْ لاَدِيْنَ لَهُ لاَ عَقْلَ لَهُ
“Agama adalah akal pikiran, Barangsiapa yang tidak ada
agamanya, maka tidak ada akal pikirannya”. [HR. An-Nasa`iy dalam
Al-Kuna dari jalurnya Ad-Daulabiy dalam Al-Kuna wa Al-Asma’ (2/104) dari Abu
Malik Bisyr bin Ghalib dan Az-Zuhri dari Majma’ bin Jariyah dari pamannya]
Hadits ini
adalah hadits lemah yang batil karena ada rawinya yang majhul, yaitu Bisyr bin
Gholib. Bahkan Ibnu Qayyim -rahimahullah- berkata dalam Al-Manar Al-Munif (hal.
25), “Hadits yang berbicara tentang akal
seluruhnya palsu”.
Oleh
karena itu Syaikh Al-Albaniy berkata, “Diantara
hal yang perlu diingatkan bahwa semua hadits yang datang menyebutkan keutamaan
akal adalah tidak shahih sedikit pun. Hadits-hadits tersebut berkisar antara
lemah dan palsu. Sungguh aku telah memeriksa, diantaranya hadits yang dibawakan
oleh Abu Bakr Ibnu Abid Dunya dalam kitabnya Al-Aql wa Fadhluh, maka aku
menemukannya sebagaimana yang telah aku utarakan, tidak ada yang shahih sama
sekali”. [Lihat Adh-Dhi’ifah (1/54)]
Mengusap
Tengkuk Ketika Wudhu’
Sebagian
kaum muslimin, ketika dia berwudhu’, maka ia mengusap tengkuknya. Benarkah hal
ini ada haditsnya yang bisa dijadikan hujjah?
Jawabannya:
hadits ada namun ia merupakan hadits palsu.
مَسْحُ
الرَقَبََةِ أَمَانٌ مِنَ الْغِلِّ
“Mengusap tengkuk merupakan pelindung dari penyakit
dengki”.
An-Nawawiy
berkata dalam Al-Majmu’ (1/45), “Ini adalah hadits palsu, bukan sabda
Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-”.
Syaikh
Al-Albaniy berkata, “Hadits ini palsu”. [Lihat Adh-Dho’ifah (1/167)]
Dari sini,
kita mengetahui tentang tidak disyari’atkannya mengusap tengkuk ketika
berwudhu’, karena tidak ada hadits yang shahih menetapkannya. Adapun hadits ini
– sebagaimana yang anda lihat- merupakan hadits palsu. Jadi, tidak boleh
diamalkan dan dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu hukum.
<<<<<<< “Nasihat bagi Para
Da’I” >>>>>>>>>
Jika
kalian memberikan nasihat dan wejangan kepada para jama’ah, maka janganlah kalian menghiasi ceramah kalian dengan
hadits-hadits dho’if, dan palsu. Sayangilah diri kalian sebelum
kalian terkena sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
وَمَنْ
كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barangsiapa yang berdusta atas namaku dengan sengaja,
maka hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka“. [HR.
Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya(110), dan Muslim dalam Shohih-nya (3)]
Periksalah
hadits-hadits yang kalian sampaikan dalam ceramah-ceramah kalian. Jika tidak
tahu, maka belajarlah, dan tanya kepada orang-orang yang berilmu. Janganlah
perasaan malu dan sombong membuat dirimu malu bertanya dan belajar sehingga
engkau sendiri yang menggelincirkan dirimu dalam neraka, wal’iyadzu billah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar