Hadits-hadits
lemah (Dho’if) yang tersebar di kalangan kaum muslimin banyak sekali, namun
mereka tak sadar bahwa hadits-hadits Dho’if bukanlah berasal dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassalam, oleh karena itu kita tidak boleh berhujjah dan
beramal dengan hadits dhoif tersebut.
Tuntutlah
Ilmu Sampai ke Negeri Cina
Hadits
dho’if (lemah), apalagi palsu, tidak boleh dijadikan dalil, dan hujjah dalam
menetapkan suatu aqidah, dan hukum syar’i di dalam Islam. Demikian pula, tidak
boleh diyakini hadits tersebut sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-
Diantara
hadits-hadits dho’if ‘lemah’, hadits yang masyhur digunakan oleh para khatib,
dan da’ii dalam mendorong manusia untuk menuntut ilmu dimana pun tempatnya,
sekalipun jauhnya sampai ke negeri Tirai Bambu, Cina.
Hadits ini
diriwayatkan oleh Anas bin Malik -radhiyallahu ‘anhu- dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-, beliau bersabda,
اطلبوا
العلم ولو بالصين
“Tuntutlah ilmu, walaupun di negeri Cina”.
[HR. Ibnu Addi dalam Al-Kamil (207/2), Abu Nu’aim dalam Akhbar Ashbihan
(2/106), Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad (9/364), Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhol
(241/324), Ibnu Abdil Barr dalam Al-Jami’ (1/7-8), dan lainnya, semuanya dari
jalur Al-Hasan bin ‘Athiyah, ia berkata, Abu ‘Atikah Thorif bin Sulaiman telah
menceritakan kami dari Anas secara marfu’]
Ini adalah
hadits dhaif jiddan (lemah sekali),
bahkan sebagian ahli hadits menghukuminya sebagai hadits batil, tidak ada
asalnya. Ibnul Jauziy –rahimahullah- berkata dalam Al-Maudhu’at (1/215)
berkata, ‘’Ibnu Hibban berkata, hadits ini batil, tidak ada asalnya’’. Oleh
karena ini, Syaikh Al-Albaniy –rahimahullah- menilai hadits ini sebagai hadits
batil dan lemah dalam Adh-Dhaifah (416).
As-Suyuthiy
dalam Al-La’ali’ Al-Mashnu’ah (1/193) menyebutkan dua jalur lain bagi hadits
ini, barangkali bisa menguatkan hadits di atas. Ternyata, kedua jalur tersebut
sama nasibnya dengan hadits di atas, bahkan lebih parah. Jalur yang pertama,
terdapat seorang rawi pendusta, yaitu Ya’qub bin Ishaq Al-Asqalaniy. Jalur yang
kedua, terdapat rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu Al-Juwaibariy.
Ringkasnya, hadits ini batil, tidak boleh diamalkan, dijadikan hujjah, dan
diyakini sebagai sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Tuntutlah
Duniamu
اِعْمَلْ
لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا, وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ
تَمُوْتُ غَدًا
“Beramallah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup
akan selamanya dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati
besok”.
Ini
bukanlah sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-, walaupun
masyhur di lisan kebanyakan muballigh di zaman ini. Mereka menyangka bahwa ini
adalah sabda beliau -Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam-. Sangkaan
seperti ini tidaklah muncul dari mereka, kecuali karena kebodohan mereka
tentang hadits. Di samping itu, mereka hanya “mencuri dengar” dari kebanyakan
manusia, tanpa melihat sisi keabsahannya.
Hadits ini
diriwayatkan dua sahabat. Namun kedua hadits tersebut lemah, karena di dalamnya
terdapat inqitho’ (keterputusan) antara rawi dari sahabat dengan sahabat
Abdullah bin Amer. Satunya lagi, Cuma disebutkan oleh Al-Qurthubiy, tanpa
sanad. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy men-dho’if-kan (melemahkan) hadits
ini dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dho’ifah (no. 8).
Surat
Yasin Hatinya Al-Qur’an
Banyak
hadits-hadits yang tersebar di kalangan masyarakat menjelaskan
keutamaan-keutamaan sebagian surat-surat Al-Qur’an. Namun sayangnya, banyak di
antara hadits itu yang lemah, bahkan palsu. Maka cobalah perhatikan hadits
berikut:
إن
لكل شيء قلبا, وإن قلب القرآن (يس) , من قرأها فكأنما قرأ القرآن عشر مرات
“Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, sedang
hatinya Al-Qur’an adalah Surat Yasin. Barang siapa yang membacanya, maka
seakan-akan ia telah membaca Al-Qua’an sebanyak 10 kali“. [HR.
At-Tirmidziy dalam As-Sunan (4/46), dan Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (2/456)]
Hadits
ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat dua rawi hadits yang
tertuduh dusta, yaitu: Harun Abu Muhammad, dan Muqotil bin Sulaiman. Karenanya,
Ahli Hadits zaman ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy
-rahimahullah- menggolongkannya sebagai hadits palsu dalam kitabnya As-Silsilah
Adh-Dho’ifah (no.169).
Perselisihan
Umatku adalah Rahmat
Sudah
menjadi takdir Allah -Azza wa Jalla-, adanya perpecahan di dalam Islam dan
memang hal tersebut telah disampaikan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- . Di negara kita sendiri, sekte-sekte dan aliran sesat yang
menyandarkan diri kepada Islam sudah terlalu banyak. Apabila kita
memperingatkan dan membantah kesesatan aliran-aliran tersebut, maka sebagian
kaum muslimin membela aliran-aliran tersebut. Mereka berdalil dengan hadits
berikut,
إِخْتِلَافُ
أُمَّتِيْ رَحْمَةٌ
Padahal hadits
ini dho’if (palsu), bahkan tidak ditemukan dalam kitab-kitab hadits. Syaikh
Al-Albaniy -rahimahullah- berkata, “Hadits ini tak ada asalnya. Para ahli
hadits telah mengerahkan tenaga untuk mendapatkan sanadnya, namun tak mampu”.
Dari segi
makna, haditsjugabatil. Ibnu Hazm -rahimahullah- dalam Al-Ihkam (5/64) berkata,
“Ini merupakan ucapan yang paling batil,
karena andaikan ikhtilaf (perselisihan)itu rahmat, maka kesepakatan adalah
kemurkaan. Karena, disana tak ada sesuatu, kecuali kesepakatan, dan perselihan;
tak ada, kecuali rahmat atau kemurkaan“.
Barangsiapa
Mengenal Dirinya, Dia Akan Mengenal Rabb-Nya
Di sani
ada sebuah hadits yang palsu, dan tidak ada asalnya, namun sering
digunakan oleh sebagian orang sufi untuk menguatkan kesesatan mereka. Hadits
itu berbunyi,
مَنْ
عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبّـَهُ
“Barangsiapa yang mengenal dirinya, maka sungguh dia
akan mengenal Rabb (Tuhan)-Nya”.
Syaikh
Al-Albaniy -rahimahullah- dalam Adh-Dha’ifah (1/165) berkata, “Hadits ini tidak
ada asalnya”
[Adh-Dha’ifah (1/165)]. An-Nawawiy berkata, “Hadits ini tidak tsabit (tidak
shahih)” [Al-Maqashid (198) oleh As-Sakhowiy].
As-Suyuthiy
berkata, “Hadits ini tidak shahih” [Lihat Al-Qoul Asybah (2/351
Al-Hawi)].
Ringkasnya,
hadits ini merupakan hadits palsu yang tidak ada asalnya. Oleh karena itu,
seorang muslim tidak boleh mengamalkannya, dan meyakininya sebagai sabda Nabi
-Shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Keutamaan
Menamatkan Al-Quran
Membaca
Al-Qur’an, apalagi menamatkannya merupakan keutamaan besar bagi seorang hamba,
karena setiap hurufnya diberi pahala oleh Allah -Ta’ala- . keutamaan tersebut
telah dijelaskan dalam beberapa hadits, tapi bukan hadits berikut, karena
haditsnya palsu. Bunyi hadits palsu ini:
إِذَا
خَتَمَ الْعَبْدُ الْقُرْآنَ صَلَّى عَلَيْهِ عِنْدَ خَتْمِهِ سِتُّوْنَ أَلْفَ
مَلَكٍ
” Jika seorang hamba telah menamatkan Al Qur’an, maka
akan bershalawat kepadanya 60.000 malaikat ketika ia menamatkannya”
. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/112)].
Hadits
ini palsu
disebabkan oleh rawi yang bernama Al-Hasan bin Ali bin Zakariyya, dan Abdullah
bin Sam’an. Kedua orang ini adalah pendusta, biasa memalsukan hadits. Syaikh
Al-Albaniy menyatakan kepalsuan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2550).
Macam-macam
Wanita
Di dunia
ini wanita ini bermacam-macam jenisnya. Ada yang seperti kantong plastik,
setelah dimamfaatkan dibuang. Ada juga yang sama sekali tidak ada mamfaatnya,
bahkan merusak yang lain. Namun yang terbaik adalah wanita yang banyak memberi
mamfaat bagi dirinya, dan orang lain, terutama suami. Dia membantu diri dan
suaminya di atas ketaatan. Konon kabarnya nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam-
bersabda,
النِّسَاءُ
عَلَى ثَََََلَاثَةِ أَصْنَافٍ صِنْفٍ كاَلْوِعَاءِ تَحْمِلُ وَتَضَعُ وَصِنْفٍ
كَالْعَرِّ وَهُوَ الْجَرَبُ وَصِنْفٍ وَدُوْدٍ وَلُوْدٍ تُعِيْنُ زَوْجَهَا عَلَى
إِيْمَانِهِ فَهِيَ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الْكَنْزِ
“Wanita-wanita itu ada tiga macam: kelompok wanita
seperti bejana, ia hamil dan melahirkan; kelompok wanita seperti koreng – yaitu
kudis- ; kelompok wanita yang amat penyayang, dan banyak melahirkan, serta
membantu suaminya di atas keimanannya. Wanita ini lebih baik bagi suaminya
dibandingkan harta simpanan“. [HR.Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawa’id
(206/2)].
Namun
sayangnya hadits ini adalah hadits
dho’if mungkar, karena ada seorang rawi yang bernama Abdullah
bin Dinar. Dia adalah seorang rawi yang mungkar haditsnya sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu abi Hatim dalam Al-Ilal (2/310). Jadi, hadits ini tidak
boleh dianggap sebagai sabda nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- . karenanya,
Syaikh Al-Albaniy memasukkan hadits ini dalam silsilah hadits dhoi’f dalam
Adh-Dho’ifah (714).
Memandang
Wanita Cantik
Dan
mungkin juga ada di antara kaum muslimin yang sering sekali memandang setiap
wanita yang cantik dengan tujuan mempertajam penglihatannya, beramal dengan
hadits berikut;
النََّظَرُ
إِلىَ وَجْهِ المَرْأَةِ الحَسْنَاءِ وَالخُضْرَةِ يَزِيْدَانِ فِيْ البَصَرِ
“Memandang wajah wanita cantik dan yang hijau-hijau
menambah ketajaman penglihatan” .[HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah
Al-Auliya’ (3/201-202), dan Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (4/106)]
Memiliki
pandangan yang tajam dan penglihatan yang jernih merupakan nikmat yang besar
dari Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga terkadang seseorang menempuh berbagai
cara untuk memperoleh penglihatan yang tajam. Dan mungkin juga ada di antara
kaum muslimin yang sering sekali memandang setiap wanita yang cantik dengan
tujuan mempertajam penglihatannya, beramal dengan hadits berikut;
النََّظَرُ
إِلىَ وَجْهِ المَرْأَةِ الحَسْنَاءِ وَالخُضْرَةِ يَزِيْدَانِ فِيْ البَصَرِ
“Memandang wajah wanita cantik dan yang hijau-hijau
menambah ketajaman penglihatan” .[HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah
Al-Auliya’ (3/201-202), dan Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (4/106)]
Hadits
ini maudhu’ (palsu), karena dalamnya ada rawi yang dho’if, dan tidak ditemukan ada seorang
ahli hadits yang menyebutkan biografinya. Rawi itu ialah Ibrahim bin Habib bin
Sallam Al-Makkiy. Karenanya, Adz-Dzahabiy berkata, “Hadits batil”. Ibnul Qoyyim
dalam Al-Manar Al-Munif berkata, “Hadits ini dan semisalnya adalah buatan
orang-orang zindiq (munafiq)” [Lihat Adh-Dho’ifah (133)]
Menjaga
Mata ketika Jima’ (Bersetubuh)
Melihat
kemaluan istri ketika berhubungan adalah boleh berdasarkan hadits-hadits
shahih. Adapun hadits yang berbunyi:
إِذَا
جَامَعَ أَحَدُكُمْ زَوْجَتَهُ أَوْ جَاِريَتَهُ فَلَا يَنْظُرْ إِلَى فَرْجِهَا
فَإِنَّ ذَلِكَ يُوْرِثُ الْعَمَى
“Apabila seorang diantara kalian berhubungan dengan
istrinya atau budaknya, maka janganlah ia melihat kepada kemaluannya, karena
hal itu akan mewariskan kebutaan“. [HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil
(2/75)].
Maka hadits ini adalah palsu karena dalam
sanadnya terdapat Baqiyah ibnul Walid. Dia adalah seorang mudallis yang biasa
meriwayatkan dari orang-orang pendusta sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu
Hibban. Lihat Adh-Dho’ifah (195)
Merayu
Istri
Bercumbu
dan merayu istri adalah perkara yang dianjurkan oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wa sallam-. Namun jangan kalian tertipu dengan hadits palsu berikut ini:
زينوا
مجالس نسائكم بالمغزل
“Hiasilah majelis istri-istri kalian dengan rayuan“.
[HR. Ibnu Adi dalam Al-Kamil fi Adh-Dhu’afaa’ (6/130), dan Al-Khothib dalam
Tarikh Baghdad (5/280)]
Hadits
ini palsu,
karena dalam rawi hadits ini terdapat Muhammad bin Ziyad Al-Yasykuriy. Dia
seorang pendusta lagi suka memalsukan hadits. Lihat Adh-Dho’ifah (1/72/no.19)
karya Al-Albaniy -rahimahullah-.
Perbanyak
Dzikir Sampai Dianggap Gila
Di antara
kebiasaan orang-orang sufi, mereka berdzikir dengan cara melampaui batas
syariat Islam, yaitu berdzikir dengan bilangan yang memberatkan diri seperti
berdzikir sebanyak 70 ribu kali, 100 ribu kali. Padahal, maksimal dari Nabi
-Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebanyak 100 kali dalam dzikir-dzikir tertentu,
bukan pada semua jenis dzikir.
Mereka
membebani diri seperti ini, karena mendengar hadits berikut:
أَكْثِرُوْا
مِنْ ذِكْرِاللهِ حَتى يَقُوْلُوْا مَجْنُوْنٌ
“Perbanyaklah dzikir sehingga orang-orang berkata,
engkau gila”. [HR. Ahmad (3/68), Al-Hakim (1/499), dan Ibnu Asakir (6/29/2)]
Hadits
ini lemah
karena diriwayatkan oleh Darraj Abu Samhi. Dia lemah riwayatnya yang berasal
dari Abul Haitsam. Di-dho’if-kan oleh syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (no.
517) (2/9).
Barang
Siapa Dunia adalah Cita-Citanya
Banyak
hadits lemah dan palsu yang tersebar di masyarakat melalui lisan para khatib
yang memiliki ilmu agama (khususnya ilmu hadits) sehingga banyak di antara
masyarakat tertipu dan menyangkanya sebagai sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi
wasallam- .
Dia ntara
hadits tersebut :
مَنْ
أَصْبَحَ وَالدُّنْيِا أَكْثَرُ هَمِّهِ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فَيْ شَيْءٍ وَمَنْ
لَمْ يَتَّقِ اللهَ فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِيْ شَيْءٍ وَمَنْ لَمْ يَهْتَمَّ
لِلْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً فَلَيْسَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang berada di waktu pagi, sedang dunia
adalah cita-citanya yang terbesar, maka ia tidak akan berada dalam suatu
(jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang siapa yang tidak bertaqwa kepada
Allah, maka ia tidak akan berada dalam suatu (jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang
siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin seluruhnya, maka ia bukan
termasuk di antara mereka“. [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak
(4/317) Al-Khatib dengan penggalan pertama dari hadits ini dalam Tarikh Bagdad
(9/373)].
Hadits
ini palsu,
karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh dusta, yaitu Ishaq bin
Bisya. Hadits ini memiliki jalur periwayatan lain, namun ia tidak bisa
menguatkan hadits di atas, karena kelemahannya tidak jauh beda dengannya. Oleh
karenanya, Al-Albany menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dha’ifah (309)
Sebab
Kacaunya Bacaan Imam
Seorang
imam terkadang salah dalam bacaannya. Jika ia salah, maka muncullah beberapa
persangkaan yang buruk. Ada diantara mereka berpendapat bahwa kacaunya bacaan
imam disebabkan adanya diantara jama’ah yang tak beres melaksanakan wudhu’ atau
mandi junub. Ini didasari oleh hadits palsu yang bukan hujjah,seperti hadits
yang berbunyi:
إِذَا
صَلَّيْتُمْ خَلْفَ أَئِمَّتِكُمْ فَأَحْسِنُوْا
طُهُوْرَكُمْ
فَإِنَّمَا يَرْتَجُّ عَلَى الْقَارِىءِ قِرَاءَتُهُ
بِسُوْءِ
طُهْرِ الْمُصَلِّي خَلْفَهُ
“Jika kalian sholat di belakang imam kalian,
perbaikilah wudhu’ kalian, karena kacaunya bacaan imam bagi imam disebabkan
oleh jeleknya wudhu’ orang yang ada di belakang imam“. [HR.
Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/63)]
Hadits
ini palsu,
sebab di dalamnya terdapat rowi yang majhul, seperti Abdullah bin Aun bin
Mihroz, Abdullah bin Maimun. Rowi lain, Muhammad bin Al-Furrukhon, ia seorang
yang tak tsiqoh. Dari sisi lain, sudah dimaklumi bahwa jika Ad-Dailamiy
bersendirian dalam meriwayatkan hadits dalam kitabnya Musnad Al-Firdaus, maka
hadits itu palsu. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy menyatakan palsunya hadits ini
dalam Adh-Dho’ifah (2629).
Mengusap
Kedua Kelopak Mata dengan Kedua Ibu Jari
Ada di
antara kaum muslimin, biasa melakukan amalan yang terkadang tidak diketahui
dasarnya. Setelah mengadakan pemeriksaan terhadap kitab-kitab hadits, ternyata
berdasarkan hadits lemah, palsu, bahkan terkadang tidak ada dalilnya!!
Di antara
amalan mereka ini yang tidak berdasar, yaitu mengusap kedua kelopak mata dengan
kedua ibu jari. Mereka hanya berdasarkan hadits palsu yang dinisbahkan kepada
Nabi Khidir.
Konon
kabarnya Nabi Khidir -‘alaihis salam- berkata, “Barangsiapa yang mengucapkan selamat datang kekasihku dan penyejuk
mataku, Muhammad bin Abdullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, kemudia ia
mencium kedua ibu jarinya, dan meletakkannya pada kedua matanya, ketika ia
mendengar muadzdzin berkata,
أَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدً رَسُوْلُ اللهِ
Maka
ia tidak sakit mata selamanya” [HR. Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakr Ar-Raddad Al-Yamaniy
dalam Mujibat Ar-Rahmah wa ‘Aza’im Al-Maghfirah dengan sanad yang terdapat di
dalamnya beberapa orang majhul (tidak dikenal), disamping terputus sanadnya.
Karenanya Syaikh Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Adh-Dha’ifah (1/173)
dari riwayat Ad-Dailamy dan Syaikh Masyhur Alu Salman dalam Al-Qoul Al-Mubin
(hal.182)]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar