Keshalihan amal baik orang tua
memiliki dampak yang besar bagi keshalihan anak-anaknya, dan memberikan manfaat
bagi mereka di dunia dan akhirat.
Sebaliknya amal-amal jelek dan dosa-dosa besar
yang dilakukan orang tua akan berpengaruh jelek terhadap pendidikan
anak-anaknya.
Pengaruh-pengaruh tersebut di atas datang dengan
berbagai bentuk. Di antaranya, berupa keberkahan amal-amal shalih dan pahala
yang Allah sediakan untuk nya. Atau sebaliknya berupa kesialan amal-amal jelek
dan kemurkaan Allah serta akibat jelek yang akan diterimanya.
Bentuk ganjaran
dan pahala atau kemurkaan dan siksaan tersebut biasanya akan dirasakan oleh
anak. Ganjaran yang dirasakan anak dapat berupa penjagaan, rezeki yang luas,
dan pembelaan dari murka Allah (jika orang tua shalih dan gemar melaksanakan
amalan yang baik). Adapun amal jelek orang tua, akan berdampak jelek kepada
anak, dapat berupa musibah, penyakit dan kesulitan-kesulitan lain.
Oleh karena itu, orang tua
hendaknya memperbanyak amal shalih karena pengaruhnya akan terlihat pada anak.
Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman:
“Adapun dinding rumah adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, Maka
Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan
mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah Aku
melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. demikian itu adalah tujuan
perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”. (QS. Al
Kahfi: 82)
Awalnya, Musa ‘alaihis salam
bersama Khidir singgah di sebuah desa dan berharap dijamu oleh penduduknya,
akan tetapi ternyata mereka enggan menjamu keduanya. (sebelum kedua nabi ini
pergi) mereka melihat ada dinding yang hampir roboh. Khidir pun menegakkannya.
Musa ‘alaihis salam berkata:
“Jikalau kamu mau, niscaya
kamu mengambil upah untuk itu”. (QS. Al Kahfi: 77)
Khidir menjawab:
“Adapun dinding rumah adalah
kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda
simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh”.
(QS. Al Kahfi: 82)
Maka perhatikanlah bagaimana
Allah menjaga harta pusaka anak yatim ini sebagai balasan atas keshalihan kedua
orang tuanya! Apakah Anda menyangka atau meyakini bahwa simpanan yang
Allah jaga itu dikumpulkan dari harta haram? Sama sekali tidak. Orang tua yang
shalih tidak mungkin mengumpulkan harta dari sumber yang haram dan tidak
mungkin Allah akan menjaganya jika harta itu tidak berasal dari sumber yang
halal.
Allah Subhanahu wa ta’ala
berfirman,
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An Nisaa: 9)
Ayat ini menjelaskan hubungan
antara perkataan yang benar dan yang jelek dengan keadaan anak yang akan
ditinggalkan oleh orang tuanya.
Jika Anda melihat orang tua yang
memakan harta anak yatim atau menganjurkan untuk berbuat zalim kepada mereka,
atau mengurangi hak-hak mereka, maka bangkit dan ucapkanlah perkataan yang
benar dengan semata-mata mengharap wajah Allah ta’ala. Dengan kalimat yang
benar dari Anda ini, Allah akan menghilangkan kezhaliman dan menegakkan
kebenaran, dan pengaruh baiknya akan terus dirasakan oleh anak cucu Anda dan
akan dicatat di buku catatan kebaikan Anda di hari kiamat.
Maka bersemangatlah dalam
memuliakan anak yatim, dan berhati-hatilah dari mendekati harta mereka,
karena semua itu memiliki pengaruh yang besar atas anak-anak Anda sebagaimana
telah kami terangkan di atas.
Perbaiki, wahai bapak dan ibu,
makanan dan minuman serta pakaian Anda; (carilah yang halal), karena dengan
demikian ketika Anda mengangkat kedua tangan berdoa kepada Allah dengan tangan
dan jiwa yang suci, Allah akan menerima doa Anda untuk kebaikan anak-anak Anda,
memperbaiki keadaan mereka dan memberkahi diri mereka.
Allah berfirman,
“Sesungguhnya Allah Hanya
menerima dari orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al Maaidah: 27)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ada
seorang laki-laki yang melakukan perjalanan jauh. Rambutnya kusut dan berdebu.
Lalu dia mengangkat kedua tangannya ke langit seraya berdoa, ‘Ya Rabbi, Ya
Rabbi.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, dan pakaianya haram, maka
bagaimana orang seperti iniakan dikabulkan doanya?”[Dikeluarkan oleh Imam
Muslim dalam kitab Shahih-nya (no. 1015) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
Bagaimana Anda berdoa mengangkat
kedua tangan dan mengharapkan jawaban, sementara tangan Anda masih sering
membunuh, memukul, dan menganiaya, Anda masih suka menipu orang? Bagaimana Anda
berdoa untuk kebaikan anak Anda dengan tangan itu? Bagaimana mungkin Anda
berdoa, memanjatkan permintaan kepada Allah dengan mulut Anda, sementara mulut
itu sering memakan harta yang haram, sering berdusta, namimah, ghibah, mencela
kehormatan orang, mencaci dan memaki, bahkan mengucapkan kalimat syirik, dan
menuduh berzina wanita baik-baik?!
Apakah Anda yakin doa Anda akan
diterima sementara pakaian dan makanan Anda dari sumber yang haram?!
Karena itu bertawakallah dan
beramal shalihlah agar doa untuk kebaikan anak Anda diterima!
Diceritakan bahwa sebagian
orang-orang salaf dahulu pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, aku akan
membaguskan shalatku agar engkau mendapatkan kebaikan.” Sebagian Ulama
menyatakan bahwa makna ucapan itu adalah aku akan memperbanyak shalatku dan
berdoa kepada Allah untuk kebaikanmu.
Kedua orang tua bila membaca Al
Qur’an, surah Al Baqarah dan surat-surat Mu’awidzat (Al Ikhlas, Al falaq, dan
An Naas), maka para malaikat akan turun utnuk mendengarkannya,[Dikeluarkan oleh
Imam Muslim dalam kitab Shahihnya (no. 2699) dari hadits Abu Hurairah
radhiyallahu ‘anhu] dan setan-setan akan lari.[Dikeluarkan juga oleh Imam
Muslim dalam kitab Shahihnya (no. 796)]
Tidak diragukan bahwa turunnya
malaikat membawa ketenangan dan rahmat. Dan ini jelas memberi pengaruh baik
terhadap anak dan keselamatan mereka.
Tetapi bila Al Qur’an
ditinggallkan, dan orang tua lalai dari dzikir, ketika itu setan-setan akan
turun dan memerangi rumah-rumah yang tidak ada bacaan Al Qur’an, penuh dengan
musik, alat-alat musik, dan gambar-gambar yang haram. Kondisi seperti ini jelas
akan berpengaruh jelek terhadap anak-anak dan mendorong mereka berbuat maksiat
dan kerusakan.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari Kitab Fiqih
Tarbiyatul Abna Edisi Indonesia
“Bagaimana Nabi Mendidik Anak” Diterjemahkan oleh Al Ustadz Ahmad Hamdani Ibnu
Muslim. Penerbit Media Hidayah, Yogyakarta.
2005.]
________
FootNote:
[1] Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya (no. 1015) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul. Dia berfirman, “Wahai para rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mukminun: 51)
FootNote:
[1] Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahih-nya (no. 1015) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman (seperti) apa yang telah diperintahkan kepada para rasul. Dia berfirman, “Wahai para rasul, makanlah dari segala sesuatu yang baik dan kerjakanlah amal shalih, sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Al Mukminun: 51)
Dan Dia berfirman, “Wahai orang-orang yang
beriman, makanlah dari apa-apa yang baik yang telah Kami berikan kepadamu.”
(QS. Al Baqarah: 172), kemudian Nabi menyebutkan kisah laki-laki tadi.
[2] Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab
Shahihnya (no. 2699) dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, -kemudian beliau menyebutkan
haditsnya dan di antaranya adalah, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu
rumah Allah (masjid), membaca Kitabullah, saling mempelajarinya di antara
mereka, melainkan ketenangan akan turun atas mereka, rahmat akan meliputi
mereka, para malaikat akan menaungi mereka, dan Allah akan menyebut mereka
kepada malaikat yang ada di sisi-Nya.”
[3] Dikeluarkan juga oleh Imam Muslim dalam kitab
Shahihnya (no. 796), bahwa Usaid bin Hudhair radhiyallahu ‘anhu pada suatu
malam membaca Al Qur’an di tempat penjemuran kurmanya. Tiba-tiba kudanya
melonjak-lonjak. Usaid kemudian melanjutkan membaca, dan tak lama kemudian kuda
itu melonjak-lonjak lagi. Kemudian dia membaca lagi, dan kembali kudanya
melonjak-lonjak lagi. Dia berkata, “Aku khawatir kuda tersebut akan menginjak
anakku, Yahya. Maka aku pergi melihat apa yang terjadi dengan kuda itu.
Ternyata ada benda seperti gumpalan awan di atasnya, di dalamnya seperti ada
pelita. Lama-kelamaan gumpalan itu naik ke angkasa dan menghilang. Pagi-pagi
sekali aku menghadap Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menanyakan perihal
kejadian semalam. Nabi berkata kepadaku, “Sekarang bacalah, wahai Ibnu
Khudair.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar