Senin, 18 Juni 2012

Takhrij Hadits : Apabila Seseorang Meninggal Dunia, Maka Terputuslah Amalannya Kecuali Tiga…..


Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah buku yang ditulis seorang da’i mantan kiyai NU hafidhahullah di sebuah toko buku. Setelah membuka-buka halamannya yang penuh manfaat, saya agak terkejut ada pernyataan melemahkan hadits yang tertera dalam judul di atas. Beliau mempermasalahkan seorang perawi yang bernama Al-‘Alaa’ bin ‘Abdirrahman yang katanya dla’iif. Sungguh kecewa diri saya. Padahal, Al-Imaam Muslim rahimahullah memasukkan hadits tersebut dalam kitab Shahih-nya.
Oleh karenanya, di sini saya akan menulis sedikit bahasan tentang hadits tersebut agar terang bagi kita mana perkataan yang shahih, mana pula perkataan yang tidak shahih.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة أشياء : من صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له
“Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal : shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaalih yang mendoakannya”.
Hadits ini diriwayatkan oleh :
a)      Muslim dalam Shahih-nya no. 1631, Ahmad 2/372, At-Tirmidziy no. 1376, Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 38, Ad-Daarimiy no. 578, An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 3651, Ibnu Khuzaimah no. 2494, Abu Ya’laa no. 6457, Ibnul-Jaaruud dalam Al-Muntaqaa 2/26 no. 370, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 246, Ibnu Hibbaan no. 3016, Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal 1/325 no. 362 & Syu’abul-Iimaan 5/121 no. 3173, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 1/300 no. 139, Ibnu Abid-Dunyaa dalam An-Nafaqah ‘alal-‘Iyaal no. 430, Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1251, Abu ‘Awaanah dalam Al-Musnad 3/495 no. 5825, dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Jaami’ Bayaanil-‘Ilmiy wa Fadhlih 1/69-70 no. 52-53; semuanya dari jalan Ismaa’iil bin Ja’far Al-Madaniy
b)      Abu Daawud no. 2880, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 247, Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 2/372 no. 2331 & Al-Kubraa 6/278 & Al-Madkhal 1/324 no. 361, dan Abu ‘Awaanah dalam Al-Musnad 3/495 no. 5824; semuanya dari jalan Sulaimaan bin Bilaal
c)      Ad-Duulabiy dalam Al-Kunaa 1/425 no. 1504; dari jalan Abu Sa’iid Saabiq Al-Barbariy
d)      Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1250 dari jalan Syu’bah
e)      Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1252 dari jalan Syibl bin Al-‘Alaa’
f)      Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1253 dari jalan ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Haazim
g)      Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1254 dari jalan Nashr bin Haajib
h)      Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1255 dari jalan Muslim bin Khaalid
semuanya dari Al-‘Alaa’ bin ‘Abdirrahmaan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’.
Al-‘Alaa’ bin ‘Abdirrahmaan bin Ya’quub Al-Huraqiy Abu Syibl Al-Madaniy (w. 130-an H). Ada beberapa komentar ulama mengenainya, di antaranya :
Ahmad berkata : “Tsiqah, aku tidak pernah mendengar seorang pun yang menyebutkan tentangnya dengan kejelekan”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Laisa bi-dzaaka, orang-orang senantiasa berhati-hati terhadap haditsnya”. Di lain riwayat ia berkata : “Haditsnya bukan merupakan hujjah. Ia dan Suhail berdekatan kedudukannya”. Abu Zur’ah berkata : “Tidak kuat”. Abu Haatim berkata : “Shaalih, para perawi tsiqaat telah meriwayatkan darinya. Akan tetapi banyak hal yang diingkari dari hadits-haditsnya.  Di sisiku, ia serupa dengan Al-‘Alaa’ bin Al-Musayyib”. An-Nasaa’iy berkata : Tidak mengapa dengannya (laisa bihi ba’s)”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Aku berpendapat tidak mengapa dengannya”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu Sa’d berkata : “Tsiqah, mempunyai banyak hadits, lagi tsabt” [lihat : Tahdziibul-Kamaal, 22/520-524 no. 4577]. Al-Khaliiliy berkata : “Orang Madiinah. Ia diperselisihkan karena ia bersendirian dengan hadits-hadits yang tidak punya mutaba’ah, yaitu hadits : ‘Apabila tiba pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa’”. At-Tirmidziy berkata : “Ia tsiqah di sisi ahlul-hadiits” [Tahdziibut-Tahdziib, 8/187]. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Bashrah, tsiqah, dan tinggal di Makkah”. Ya’quub bin Sufyaan berkata : “Ia dan ayahnya tsiqah” [Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil, 2/334 no. 3406]. Syu’bah bin Al-Hajjaaj dan Maalik bin Anas meriwayatkan darinya dimana hal ini sama dengan pentsiqahan menurut mereka berdua.
Ibnu Hajar berkata : “Shaduuq, kadang ragu-ragu” [Taqriibut-Tahdziib, hal. 761 no. 5286]. Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq” [Man Tukullima fiihi Wahuwa Muwatstsaqun Au Shaalihul-Hadiits, hal. 386-388 no. 253]. Al-Albaaniy berkata : “Tsiqah, termasuk perawi Muslim” [Irwaul-Ghaliil, 5/292]. Basyar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth berkata : “Tsiqah” [Tahriirut-Taqriib, 3/129-130 no. 5247]. Abu Ishaaq Al-Huwainiy berkata : “Tsiqah” [Natslun-Nabaal, hal. 969 no. 2332].
Kesimpulan : Ia seorang perawi shaduuq yang hasan haditsnya atau bahkan mendekati tsiqah. Ia dilemahkan/diingkari sebagian ulama karena penyendiriannya dalam sebagian riwayatnya, sebagaimana dikatakan oleh Al-Khaliiliy [lihat juga komentar muhaqqiq kitab Man Tukullima fiih lidz-Dzahabiy hal. 387].
Adapun ayah Al-‘Alaa’ (yaitu ‘Abdurrahmaan bin Ya’quub) adalah seorang yang tsiqah.
Ayah Al-‘Alaa’ ini mempunyai mutaba’ah dari Sa’iid bin Al-Musayyib sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1256 : Telah menceritakan kepada ‘Ubaidullah bin Muhammad Al-Umariy Al-Qaadliy : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaidillah Al-‘Umariy : Telah menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sharamah, dari Yahyaa bin Sa’iid, dari Sa’iid bin Al-Musayyib, dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية أوعلم ينتفع به أوولد صالح يدعو له
“Apabila seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga : shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaalih yang mendoakannya”.
Sayangnya, sanad hadits ini sangat lemah, dikarenakan ‘Ubaidullah bin Muhammad Al-‘Umariy. Namanya ‘Ubaidullah bin Muhammad bin ‘Abdil-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin ‘Abdil-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Al-Khaththaab, Abu Bakr Al-Qaadliy Al-‘Umariy [lihat Irsyaadul-Qaadliy wad-Daaniy hal. 412-413 no. 641].
Diriwayatkan juga dengan lafadh lain oleh Ibnu Maajah no. 242, Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 2490, dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan 5/121-122 no. 3174; dari jalan Muhammad bin Yahyaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Wahb bin ‘Athiyyah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Marzuuq bin Abi Hudzail, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Az-Zuhriy, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Abdillah Al-Agharr, dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إن مما يلحق المؤمن من عمله وحسناته بعد موته علما علمه ونشره وولدا صالحا تركه ومصحفا ورثه أو مسجدا بناه أو بيتا لابن السبيل بناه أو نهرا أجراه أو صدقة أخرجها من ماله في صحته وحياته يلحقه من بعد موته
“"Sesungguhnya di antara amalan dan kebaikan-kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya setelah kematiannya adalah : ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih yang ditinggalkannya, mushhaf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya di waktu sehat dan semasa hidupnya. Semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia".
Muhammad bin Yahyaa Adz-Dzuhliy adalah seorang yang tsiqah, haafidh, lagi jaliil [Taqriibut-Tahdziib, hal. 907 no. 6427]. Muhammad bin Wahb bin Sa’iid bin ‘Athiyyah Ad-Dimasyqiy adalah seorang yang shaduuq, termasuk perawi yang dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya [idem, hal. 905 no. 6417]. Al-Waliid bin Muslim adalah seorang yang tsiqah, namun banyak melakukan tadlis [idem, hal. 1041 no. 7506]. Sifat tadlis-nya di sini tidak membahayakan, karena ia telah menjelaskan penyimakan riwayatnya dari gurunya.
Marzuuq bin Abi Hudzail Ats-Tsaqafiy, seorang yang diperselisihkan. Ad-Duhaim dan Ibnu Khuzaimah mentsiqahkannya, sedangkan Al-Bukhaariy dan Al-‘Uqailiy melemahkannya. Abu Haatim berkata : “Haditsnya shaalih”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Ditulis haditsnya”. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia menyendiri dari Az-Zuhriy dengan hadits-hadits munkar yang tidak ada asalnya. Maka, banyaklah keraguannya sehingga gugur berhujjah dengan haditsnya jika ia menyendiri dalam periwayatan”. Pernyataannya ini bertolak belakang dengan Duhaim yang menegaskan hadits-haditsnya dari Az-Zuhriy shahih. Ibnu Hajar menyimpulkan : “Layyinul-hadiits” [idem, hal. 929 no. 6598].
Az-Zuhriy adalah seorang imam yang tidak perlu dipertanyakan. Abu ‘Abdillah Al-Agharr, namanya adalah Salmaan, seorang yang tsiqah [idem, hal. 398 no. 2491].
Betapapun, riwayat ini tetap bisa dipergunakan sebagai i'tibar.
Hadits di awal mempunyai syaahid dari Abu Qataadah Al-Anshaariy : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
خير ما يخلف الرجل من بعده ثلاث ولد صالح يدعو له وصدقة تجري يبلغه أجرها وعلم يعمل به من بعده
“Sebaik-baik apa yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya adalah tiga perkara : anak shalih yang mendoakannya, shadaqah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya, dan ilmu yang diamalkan orang setelah (kematian)-nya”.
Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 241, Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya no. 93, dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’ 1/70 no. 54; dari jalan Zaid bin Aslam, dari ‘Abdullah bin Abi Qataadah, dari ayahnya (Abu Qataadah).
Sanad hadits ini shahih. Zaid bin Aslam adalah tsiqah, ‘aalim, namun sering melakukan irsal (w. 136 H) [Taqriibut-Tahdziib, hal. 350 no. 2129]. ‘Abdullah bin Abi Qataadah adalah tsiqah (w. 95 H) [idem, hal. 535 no. 3562].
Secara keseluruhan hadits ini (yaitu hadits di awal bahasan) adalah shahih tanpa keraguan. Dishahihkan oleh Muslim, At-Tirmidziy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibbaan, dan yang lainnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa al-bogoriy – sardonoharjo, ngaglik, sleman, nJakal, Yogyakarta].

Tidak ada komentar: