Rabu, 13 Juni 2012

Sanad Kitab ‘Aqidah Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah


Di kalangan ulama madzhab Hanafiyyah, setidaknya terdapat 3 (tiga) kitab ‘aqidah yang dinisbatkan kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullahu ta’ala, yaitu :
1. Al-Washiyyah.
2. Al-Fiqhul-Absath.
3. Al-Fiqhul-Akbar.
Namun, di kalangan muhaqqiq terdapat pembicaraan mengenai kebenaran nisbah kitab-kitab tersebut kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah. Berikut penjelasannya :
1. Kitab Al-Washiyyah.

Sebagian ulama Hanafiyyah muta’akhkhiriin beranggapan bahwa Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’maan telah menuliskan sebuah kitab menjelang wafatnya, seperti halnya sebuah wasiat, kepada para shahabatnya. Kitab tersebut berisi tentang permasalahan ushuuluddiin (pokok-pokok agama). Ia merupakan ‘aqidah yang dipegang oleh (sebagian) kalangan Hanafiyyah. Berkata Al-Murtadlaa Az-Zubaidiy :
وذكر هذه الوصية بتمامها الإمام صارم المصري في (نظم الجمان) ومن المتأخرين القاضي تقي الدين التميمي في (الطبقات السنية)
“(Kitab) Al-Washiyyah ini disebutkan secara lengkap oleh Al-Imam Shaarim Al-Mishriy dalam Nadhmul-Jumaan, dan dari kalangan muta’akhkhiriin adalah Al-Qaadliy Taqiyyuddin At-Tamiimiy dalam Ath-Thabaqaatus-Saniyyah”.
Benarkah kitab ini shahih dinisbatkan kepada Abu Hanifah ?
Pertama : Kitab ini diriwayatkan melalui jalan Abu Thaahir Muhammad bin Al-Mahdiy Al-Husainiy, dari Ishaaq bin Manshuur Al-Mis-yaariy, dari Ahmad bin ‘Aliy As-Sulaimaniy, dari Haatim bin ‘Aqiil Al-Jauhariy, dari Abu ‘Abdillah Muhammad bin Simaa’ah At-Tamimiy, dari Abu Yusuf, dari Al-Imam Abu Hanifah.
Sanad riwayat ini secara berturut-turut terdapat beberapa perawi majhul, yaitu : Muhammad bin Al-Mahdiy Al-Husainiy, Ishaq Al-Mis-yaariy, Ahmad As-Sulaimaniy, dan Haatim Al-Jauhariy. Keempat orang tersebut adalah majhul yang tidak ditemukan biografinya dalam kitab-kitab rijaal, bahkan dalam kitab-kitab Thabaqaat Al-Hanafiyyah. Dengan keadaan sanad seperti ini, tidak mungkin kitab Al-Washiyyah dinisbatkan kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah.
Kedua : Dalam kitab ini terdapat banyak hal yang bertentangan dengan i’tiqad Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah. Bahkan bertentangan dengan yang ternukil secara ma’ruf dari Abu Hanifah dalam kitab Al-‘Aqiidah Ath-Thahawiyyah – dimana ia merupakan nukilan yang lebih shahih dari periwayatan ‘aqidah beliau dan dua orang shahabatnya (abu Yusuf dan Muhammad bin Al-Hasan) rahimahumullah. Isi kitab Al-Washiyyah ini berkesesuaian dengan ‘aqidah Asy’ariyyah yang merupakan ‘aqidah yang baru muncul lebih dari satu setengah abad setelah wafatnya Abu Hanifah. Abu Hanifah berlepas diri dari kitab ini dan apa-apa yang diadakan setelah wafat beliau yang menyelisihi ushul ‘aqidah Ahlus-Sunnah wal-Jama’ah.
Dengan dua faktor di atas, maka tidak boleh kita menisbatkan kitab Al-Washiyyah dan apa-apa yang terdapat di dalamnya kepada Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah.
2. Kitab Al-Fiqhul-Absath.
Para muhaqqiq juga menegaskan bahwa Al-Imam Abu Hanifah rahimahullah tidak menulis kitab yang berjudul Al-Fiqhul-Absath. Kitab dikenal dengan nama ini diriwayatkan oleh Abu Muthi’ Al-Balkhiy, dari Abu Hanifah, namun dengan nama/judul Al-Fiqhul-Akbar (sebagaimana dinukil Ibnu Taimiyyah dalam Al-Hamawiyyah 5/46, Ibnul-Qayyim dalam Ijtimaa’ul-Juyuusy hal. 76, dan Adz-Dzahabiy dalam Al-‘Uluuw hal. 135 – dimana mereka menamakan dengan Al-Fiqhul-Akbar).
Tidak dikenal dengan nama Al-Fiqhul-Al-Absath, kecuali dari sebagian ulama Hanafiyyah muta’akhkhiriin seperti Al-Bayaadliy dalam kitabnya Isyaaraatul-Maraam, Az-Zubaidiy dalam Ittihaafus-Saadatil-Muttaqiin – dimana keduanya lebih mengutamakan nama Al-Fiqhul-Absath (dari riwayat Abu Muthi’ Al-Balkhiy), daripada Al-Fiqhul-Akbar yang berasal dari riwayat Hammaad bin Abi Haniifah.
Adapun Abu Muthii’ Al-Balkhiy, ia adalah Al-Hakam bin ‘Abdillah Al-Balkhiy, termasuk perawi hadits yang dla’if. Bahkan dituduh memalsukan (hadits). Al-Haafidh Ibnu Hajar dalam Lisaanul-Miizaan (2/335) berkata : “Telah berkata Abu Haatim Ar-Raaziy : Ia seorang Murji’ lagi pendusta”. Al-Haafidh Adz-Dzahabiy menegaskan bahwa Al-Balhkiy ini telah melasukan hadits. Abu Dawud berkata : “Ia seorang Jahmiy”. Dan yang lainnya. Intinya, ia merupakan seorang perawi yang lemah, bahkan sangat lemah menurut jumhur ahli hadits.
Kitab ini dianggap sebagai kitab mu’tamad bagi kalangan Hanafiyyah Maturidiyyah. Berkata Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin ‘Abdirrahman Al-Khumais :
ويظهر أن الكتاب من تخريج أبي مطيع على كلام أبي حنيفة, فما فيه من مخالف لما قرره أبو جعفر الطحاوي في عقيدته التي نقلها عن أبي حنيفة وأبى يوسف ومحمد بن الحسن فنجزم أن أبا مطيع كذب على أبي حنيفة، إلا إذا خالف بدعة أبي مطيع في التجهم و تعطيل الصفات فنقبلها إذ ليس فيها نصرة لمذهبه
“Yang nampak adalah bahwa kitab ini dikeluarkan oleh Abu Muthi’ (Al-Balkhiy) dari perkataan Abu Hanifah. Adapun yang terdapat pada kitab tersebut menyelisihi apa-apa yang ditegaskan oleh Abu Ja’far Ath-Thahawiy dalam kitab ‘aqidahnya (Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah) yang ia nukil dari (perkataan) Abu Hanifah, Abu Yusuf, dan Muhammad bin Al-Hasan. Oleh karena itu, kami memastikan bahwa Abu Muthi’ telah berdusta atas nama Abu Hanifah dalam hal ini. Terkecuali bila terdapat penyelisihan bid’ah Abu Muthi’ dalam tajahhum (paham Jahmiyyah) dan ta’thil (peniadaan) shifat Allah; maka kami menerimanya jika memang tidak ada faktor pembelaan terhadap madzhab (bid’ah)-nya”.
3. Kitab Al-Fiqhul-Akbar.
Kitab Al-Fiqhul-Akbar adalah kitab yang paling masyhur dibandingkan kitab-kitab sebelumnya. Kitab ini lebih berkesesuaian dengan ‘aqidah Ahlus-Sunnah dibanding dua kitab sebelumnya. Namun para muhaqqiq pun memberikan kritikan atas penisbatan kitab ini pada Abu Hanifah. Kitab Al-Fiqhul-Akbar dibawakan melalui riwayat Hammad bin Abi Hanifah, dari Hammaad diriwayatkan oleh ‘Aashim bin Yusuf Al-Balkhiy, dan dari ‘Aashim diriwayatkan oleh Muhammad bin Muqaatil. Ketiga orang ini termasuk jajaran perawi yang dla’if, sebagaimana dijelaskan oleh Adz-Dzahabi rahimahullah dalam Al-Miizaan.[1][1]
Inilah sedikit informasi yang dapat disampaikan kepada para Pembaca. Apa yang ternukil di atas hanya merupakan ringkasan saja dari pembahasan para muhaqqiqiin. Lebih dan kurangnya mohon dimaafkan, dan… semoga ada manfaatnya.
Abu Al-Jauzaa’ – Perumahan Ciomas Permai, Bogor.


[1][1] Di kalangan ulama ada dua penisbatan riwayat kitab Al-Fiqhul-Akbar. Pertama dari riwayat Abu Muthi’ Al-Balkhiy yang kemudian lebih terkenal di kalangan Hanafiyyah dengan nama Al-Fiqhul-Absath; dan kedua, dari riwayat Hammaad bin Abi Hanifah (yang tetap dengan nama Al-Fiqhul-Akbar). Wallaahu a’lam.

Tidak ada komentar: