Ada kelompok dari kaum muslimin yang melakukan perayaan maulid Nabi Sholallohu'alaihi wasallam pada hari kedua belas, bulan Rabiulawal, setiap tahun hijriah. Diselenggarakan dengan berbagai macam upacara dan ritual. Tujuan dari semua itu adalah mempertunjukkan kegembiraan, kebahagiaan, rasa syukur dan rasa cinta kepada Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam dengan memperingati hari kelahirannya. Apakah perbuatan ini benar, berkesesuaian dengan syariat dan pelakunya mendapat pahala?!
Kepada pembela dan pendukung perayaan maulid saya
tujukan risalah ini, dari hati yang penuh kasih dan nasihat untuk mengantarkan
kebenaran, membela sunah NabiSholallohu'alaihi wasallam dan mengamalkan
sabdanya,
الدِّينُ النَّصِيحَةُ
"Agama adalah nasihat."Kami (para sahabat) bertanya, "Untuk siapa wahai Rasulullah?"
لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ
وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
"Untuk Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin dan
seluruh ummatnya." [Hadits Mutafak alaih]Saya ringkas dialog saya ini dalam poin-poin berikut:
Pertama: awal kali saya katakan
kepada mereka bahwa seluruh kaum muslimin mencintai Nabi Sholallohu'alaihi
wasallam , tidak ada seorangpun yang menyelisihi hal ini. Mencintai Nabi adalah
fardu (wajib) bagi kaum muslimin, bahkan ia merupakan pokok dari pokok
keimanan. Tidak sah iman seorang hamba kecuali dengannya.
Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda,
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ
إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ
"Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih
dicintainya dari pada anaknya, orang tuanya dan semua orang." [Mutafak
Alaih]Akan tetapi kaum muslimin berbeda dalam mengekspresikan dan menampakkan kecintaan ini dalam pengejawantahannya.
Dengan demikian kita sepakat atas wajibnya mencintai Nabi Sholallohu'alaihi wasallam.
Kedua: saya tanyakan kepada
mereka: apa pengertian cinta kepada Nabi Sholallohu'alaihi wasallam? Apakah
kecintaan itu hanya semata perasaan, hubungan hati dan emosional atau amalan
hati yang disertai praktek amal?!
Tidak diragukan jika asal kecintaan ada di dalam
hati, akan tetapi kecintaan memiliki konsekuensi dan buah. Cinta sempurna dan
lengkap ketika tergabung perasaan hati, pengucapan lisan dan realisasi anggota
tubuh. Ia juga mengharuskan pembenaran apa yang dikabarkan, menjalankan
perintah dan menjauhi larangannya.
Allah subhanahu wata'aala berfirman,"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Q.S.Ali Imran:31)
Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِى يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ ، إِلاَّ
مَنْ أَبَى » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ يَأْبَى قَالَ « مَنْ
أَطَاعَنِى دَخَلَ الْجَنَّةَ ، وَمَنْ عَصَانِى فَقَدْ أَبَى
"Setiap umatku masuk surga, kecuali yang enggan."Ada yang bertanya:
"Siapa mereka yang enggan itu wahai Rasulullah?"
"Siapa yang menaatiku masuk surga dan siapa yang menyelisihiku maka sungguh dia telah enggan." [Hadits riwayat al-Bukhari]
Siapa yang mencintai hendaknya memperbanyak mengingat, menaati dan berusaha tidak menyelisihinya.
Bila demikian, kecintaan bukanlah sekadar klaim,
simbolis, sorak-sorai, akan tetapi kehidupan, metode dan praktek nyata. Amat
disayangkan, kebanyakan kaum muslimin membayangkan bahwa kecintaan kepada Nabi
Sholallohu'alaihi wasallam hanya cukup dengan memuja dan memujinya. Oleh
karenanya kita dapat melihat kehidupan mereka begitu jauh dari petunjuk, manhaj
(metode beragama), ucapan dan perbuatan Nabi Sholallohu'alaihi wasallam.
Kebanyakan mereka menyelisihi Nabi Sholallohu'alaihi wasallam dalam kebanyakan
sunahnya. Jika tiba momen keagamaan, mereka mengadakan perayaan untuk
mempertontonkan kecintaan. Bersamaan dengan usainya perayaan itu, mereka
kembali kepada kondisi mereka semula dari kesesatan. Tidak diragukan bahwa
kecintaan hampa ini adalah kecintaan yang cacat dan bisa jadi batal.
Ketiga: jika kita tanya kepada mereka: apa hakikat perayaan
maulid Nabi Sholallohu'alaihi wasallam?
Mereka akan menjawab: ini hanyalah murni tradisi
seperti perayaan-perayaan duniawi yang lain, tidak ada hubungannya dengan agama
dan hukum asalnya adalah boleh. Dibolehkan bagi setiap muslim melakukan
perayaan kelahiran Nabi Sholallohu'alaihi wasallam sebagaimana perayaan duniawi
lain ketika mendapat pekerjaan atau mendapat kenikmatan; seperti dianugerahi
anak dan lain sebagainya.
Perkataan mereka ini sesungguhnya adalah salah
besar, menipu diri sendiri, tidak filosofis dan tidak masuk akal.
Setiap orang, meskipun dia buta huruf, pertama
kali akan memahami bahwa perayaan tersebut adalah perayaan agama. Siapapun yang
merenungkan perayaan ini akan yakin bahwa ia dilaksanakan atas dasar kecintaan
kepada Nabi Sholallohu'alaihi wasallam, dengan tujuan terbesar mendekatkan diri
kepada Allah dan menjadikannya sebagai wasilah untuk membersihkan diri dan
memurnikannya. Di dalamnya terdapat zikir dan ritual doa.
Dengan demikian jelaslah bahwa perayaan maulid
adalah ibadah dan bentuk taqarub (mendekatkan diri) yang dilakukan
pelakunya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjadikannya sebagai salah
satu dari syiar agama. Karena itulah mereka konsisten melakukannya,
menganjurkan yang lain untuk terlibat dan mengingkari siapa yang
meninggalkannya dan menuduhnya dengan buruk perangai.
Jika ditetapkan sebagai ibadah, maka ibadah itu
haruslah memenuhi sarat yang mengesahkannya, jika tidak, ibadah itu menjadi
batil dan tidak ada dasarnya.
Keempat: jika kita tanya mereka:
apakah ada dalil syariat yang menunjukkan pensyariatan dan pembolehan perayaan
maulid nabi?! Tentu mereka akan mengatakan ada dan mereka akan menyebutkan
sejumlah dalil. Akan tetapi jika kita kaji dalil-dalil yang mereka gunakan,
maka dalil-dalil tersebut tidak lepas dari dua keadaan:
1. dalil khusus yang lemah lagi maudhu
(palsu).
2. dalil umum yang sahih tetapi tidak
menunjukkan apa yang didalili dari sisi manapun. Seperti pendalilan mereka
dengan hadits yang diriwayatkan di dalam Sahih Muslim, bahwa ketika
NabiSholallohu'alaihi wasallamditanya mengenai puasa hari senin
beliauSholallohu'alaihi wasallammenjawab,
فِيْهِ وُلِدْتُ وِفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ
"Pada hari itulah aku dilahirkan dan
wahyu diturunkan kepadaku."
Demikian pula pendalilan mereka dengan keutamaan
hari Jumat dan istihbab (disukainya) salawat kepada Nabi serta
pendalilan dengan keutamaan Nabi Sholallohu'alaihi wasallam. Dalil-dalil
tersebut –segala puji bagi Allah- tidak sama sekali menunjukkan akan
pensyariatan maulid Nabi, ia hanya menunjukkan atas dua hal:
- hanya menunjukkan keutamaan hari-hari tersebut saja, tidak yang lainnya.
- bentuk ibadah yang disyariatkan hanya yang disebutkan saja seperti puasa, zikir dan shalat. Perayaan maulid tidak terdapat di dalamnya.
Kita meminta mereka membuktikan (dengan dalil)
dua perkara, dan mereka tidak akan dapat membuktikannya sampai hari kiamat:
1. pengkhususan perayaan hari
kelahiran NabiSholallohu'alaihi wasallamsaja dan tidak hari-hari yang lain.
2. pensyariatan melangsungkan
perayaan maulid nabi dengan cara khusus yang mereka lakukan.
Ibadah tidak boleh dibangun di atas hukum Qias
dan pandangan yang kosong dari dalil; seperti ucapan mereka bahwa perayaan ini
masuk pada jenis menampakkan rasa syukur atau menampakkan kebahagiaan yang
wajib. Atau dari jenis pengagungan kepada RasulullahSholallohu'alaihi
wasallamyang disyariatkan.
Sehingga ia merupakan istihsan (anggapan
baik) dan qiyas (penyerupaan kasus) yang menyelisihi dalil dan usul
syariat. Karena ibadah adalah tauqifiah (baku), penetapan dan beribadah dengannya
haruslah setelah adanya ketetapan dalil syariat khusus yang pasti.
Dengan demikian jelaslah bahwa pemimpin-pemimpin
mereka mengabaikan akal dan pemahaman manusia, mengelabui mereka dengan nama
cinta Nabi sholallohu'alaihi wasallam.
Kelima: jika kita tanya kepada
mereka: adakah nabiSholallohu'alaihi wasallammerayakan hari kelahirannya atau
salah seorang dari khalifahnya (para pemimpin kaum muslimin setelah
wafatnya Nabi) atau para sahabatnya, para tabiin dan tabiut tabiin atau imam
mazhab yang empat atau salah seorang dari tiga generasi pertama? carilah
jawabannya!!
Yang benar, yang tidak ada keraguan di dalamnya
adalah bahwa perayaan maulid tidak dikenal di awal keislaman, tidak pula pada
masa tiga generasi utama. Perayaan itu dimunculkan oleh sekte Fatimiyah
Batiniyah yang Zindik (yang berkuasa) pada akhir kurun keempat di Mesir,
kemudian diikuti oleh toriqoh-toriqoh sufi. Karenanya kita katakan kepada mereka:
1. apakah kalian merasa lebih mencintai
Rasulullah Sholallohu'alaihi wasallam dibanding para sahabat nabi (di zamannya)
atau kalian ragu akan kecintaan mereka.
2. apakah jalan dan amalan kalian lebih baik dari
jalan dan amalan para sahabat Nabi. Jika itu luput dari manusia-manusia utama
itu dan kalian yang menemukannya, tentu tidak ada kebaikan pada amalan yang
luput dari mereka. Jika mereka mengetahuinya tetapi meninggalkannya, maka tidak
ada kebaikan pada apa-apa yang ditinggalkan salafussoleh, karena mereka adalah
umat yang terbaik, paling utama jalannya dan paling suci amalannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa maulid nabi adalah
amalan susupan yang tidak ada nasabnya dari Islam, bahkan ia menyerupai upacara
umat agama yang menyelisihi Islam seperti Yahudi dan Nasrani terhadap
pembesar-pembesar mereka. Sama sekali tidak terdapat di dalam syariat Islam.
Pelaksanaan perayaan kelahiran seseorang atau kematiannya adalah istiadat yang
menyusup, bukan dari kaum muslimin.
Keenam: jika kita tanya mereka
tentang acara maulid nabi dan apa yang dilakukan ketika itu, mereka akan
mengatakan hanya sekadar zikir, memuji nabi, membaca sirohnya (riwayat
perjalanan hidupnya) dan amal-amal mustahabah (disukai) yang lain.
Tetapi pada prakteknya di setiap perayaan maulid
nabi tidak luput dari penyimpangan, bid'ah dan praktek kesyirikan. Setiap
perayaan perbedaannya hanya pada kadar penyimpangannya, sedikit atau lebih
banyak.
Di antaranya:
- zikir berjamaah (bersama) dengan hai'ah (gerakan) yang tidak disyariatkan.
- berlebihan dalam memuji Nabi r, padahal beliau telah melarang hal itu.
- mengangkat Nabi melebihi kedudukannya dan menyifatinya dengan sifat ketuhanan, seperti pengetahuannya mengenai perkara gaib dan kesertaan dalam pengaturan alam.
- melakukan ibadah dan wasilah-wasilah syirik seperti istighasah kepada Nabi dan para wali. Meminta kepada mereka dikabulkan hajat-hajatnya dan diberi kebaikan.
- melakukan perbuatan sia-sia dan tarian.
- mendengarkan ma'azif musiki (permainan musik) dan sibuk dengan permainan.
- ikhtilat (campur baurnya lelaki dan perempuan) dan hadirnya remaja-remaja belia berparas menarik.
- klaim dan prasangka hadirnya nabi Sholallohu'alaihi wasallam pada acara perayaan maulid.
- hadirin di acara itu mengalami isyk (tergila-gila), suka cita, fana dan keadaan kesetanan lainnya.
Maksudnya adalah bahwa semua amalan yang dibangun
di atas kebatilan adalah batil dan jalan menuju setan, menjauhkan dari Tuhan,
ar-Rahman dan menyuburkan setiap bid'ah dan maksiat. -Allahu musta'an
(Allah Maha penolong).
Ketujuh: kita tanya mereka:
apakah makna bid'ah dan apa hakikat perbuatan bid'ah? Dan dapatkah menafsirkan
sabda Nabi r,
وَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا
فَهُوَ رَدٌّ
"Siapa yang mengerjakan suatu amalan
yang bukan ajaran kami, maka perbuatan itu tertolak." [Mutafak Alaih]
Mereka pastinya akan menjawab dengan jawaban yang
mencampurkan antara kebenaran dengan kebatilan, menipu, menyimpangkan nas-nas
dan merubah makna.
Mereka akan mengatakan bahwa bid'ah ada dua, bid'ah
hasanah (bid'ah yang baik) dan bid'ah sayyiah (bid'ah yang
buruk)...dan seterusnya.
Makna berbuat bid'ah adalah:
mengadakan/menciptakan cara atau amal atau ibadah yang dijadikan wasilah
mendekatkan diri kepada Allah dalam agama yang tidak memiliki asal dari
syariat.
Setiap yang beribadah kepada Allah dengan amalan
atau ibadah yang syariat tidak menunjukkannya, tidak bersandar kepada dalil
atau ijma (konsensus) maka telah berbuat bid'ah dalam agama, pelakunya
berdosa dan amalannya tertolak, tidak diterima sama sekali. Berarti telah
menyakiti rasul dan mengikuti jalan selain orang beriman. Dalam agama tidak ada
bid'ah hasanah.
Tidak diragukan lagi bahwa maulid Nabi
Sholallohu'alaihi wasallam terlaku atasnya sifat bid'ah karena adanya dua illah
(cacat):
- dia adalah amalan agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
- tidak ada asalnya dari syariat.
Kita katakan kepada mereka bahwa dengan kalian
menciptakan acara maulid nabi, secara tidak langsung menunjukkan perasaan
kalian bahwa agama ini kurang, butuh dilengkapi dan disempurnakan. Padahal
Allah Subhaanahu wata'alatelah berfirman,
"Pada hari ini telah Ku-sempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu." (Q.S.al-Maidah:3)
Amalan tersebut juga membuka pintu kerusakan yang
besar dimana semua momen yang dianggap baik dibuatkan perayaannya. Tentu ini
mempermainkan agama Allah, sebagaimana yang telah dilakukan kaum syi'ah dan
selain mereka.
Kedelapan: ketika kami tanyakan
kepada kebanyakan orang-orang awam yang melaksanakan dan turut serta dalam
perayaan maulid, apa yang menjadi sandaran kalian dalam melakukan perayaan ini,
mereka menjawab: "Bagi kami mengikuti perbuatan syaikh/kiyai dan para
wali. Kami meneladani mereka."
Kita katakan kepada mereka: perbuatan seseorang
tidak bisa dijadikan hujjah (alasan), sekalipun mereka itu
syaikh/kiayi jika perbuatannya menyelisihi syariat. Yang menjadi hujjah
adalah al-Quran, sunah dan apa-apa yang telah disepakati oleh salaful ummah
(generasi awal umat ini). Tidak ada seorang manusiapun yang selamat dari
kesalahan. Bagaimana kemudian mengikuti mereka yang tidak diketahui kekuatan
ilmu dan keteladanannya kepada manhaj salafussoleh (metode generasi
awal). Allah Subhaanahu wata'ala berfirman,
"Dan jika kamu menuruti kebanyakan
orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan
Allah." (QS.al-An'am:116)
Bagaimana kalian mendahulukan ketaatan kepada
para syaikh/kiayi dari pada kepada Allah dan rasul-Nya serta para imam seperti:
Abu Hanifah, Malik, Syafi'i, Ahmad dan ulama lain yang dikenal keilmuan, amal,
zuhud, dan ibadahnya. Sedangkan toriqot-toriqot sufi yang baru itu telah
menyakiti Islam dengan tampilan menariknya.
Aku tanya kalian: apakah dalam Islam, agama yang
agung ini terdapat dansa dan kesia-siaan di dalamnya.
Apakah Nabi Sholallohu'alaihi wasallam dan para
sahabatnya berdansa, menari dan bernyanyi sebagaimana dilakukan oleh para
tukang kelakar dan kefasikan.
Sudah datang waktunya bagi kalian wahai awam
muslimin untuk membebaskan akal kalian dari kurafat-kurafat dan senda-gurau
yang diwajibkan kepada kalian oleh mereka yang mengklaim mencintai dan membela
nabi.
Telah datang waktunya bagi kalian untuk
membebaskan diri dari tali belenggu syaikh/kiai toriqot sufiah dan menjadi
orang merdeka dalam menyembah/beribadah kepada Allah sesuai petunjuk.
Telah usai zaman kejumudan dan takhaluful
fikri (irasional) yang menimpa dunia Islam dalam pertengahan sejarahnya,
dimana sunah dan meneladani Nabi Sholallohu'alaihi wasallam melemah sehingga
menyebar kebodohan, bid'ah dan khurafat. Kini tiba –Alhamdulillah-
zaman ittiba (meneladani Nabi) dan hujjah (bukti/dalil),
mencari kebenaran, menyebarnya sunah dan ketaatan.
Pada akhirnya, wahai mereka yang mencintai Nabi
Sholallohu'alaihi wasallam dan berupaya untuk menempuh jalan itu, aku iba
kepadamu dan mengingatkanmu; jangan sampai datang pada hari kiamat dan tiba di
telaga Nabi Sholallohu'alaihi wasallam untuk minum tetapi engkau diusir dari
telaga itu, dan beliau justru menuntutmu atas perubahan dan pergantian yang
engkau lakukan dalam agamamu.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Sahl bin Sa'ad,
bahwa Nabi Sholallohu'alaihi wasallam bersabda,
لَيَرِدَنَّ عَلَىَّ أَقْوَامٌ أَعْرِفُهُمْ
وَيَعْرِفُونِى ، ثُمَّ يُحَالُ بَيْنِى وَبَيْنَهُمْ
"Sungguh didatangkan kepadaku kaum yang
aku ketahui dan mereka mengetahuiku, kemudian diberi pembatas antara aku dengan
mereka."
Abu Hazim berkata, " An-Nu'man bin Abi
'Iyasy mendengar hadits yang aku riwayatkan dan dia bertanya:
"Demikiankah yang dikatakan oleh
Sahl?!"
"Ya." Jawab Abu Hazim.
Abu Hazim berkata, "Aku bersumpah mendengar
Abu Sa'id al-Khudri menambahkan riwayat hadits itu: Nabi berkata,
فَأَقُولُ إِنَّهُمْ مِنِّى
"Dan aku katakan (kepada malaikat),
'Mereka adalah ummatku!'."
Malaikat menjawab:
"Sesungguhnya engkau tidak tahu apa yang
mereka buat setelah kematianmu."
Nabi Sholallohu'alaihi wasallam berkata,
فَأَقُولُ سُحْقًا سُحْقًا لِمَنْ غَيَّرَ
بَعْدِى
"Maka akupun mengatakan: jauh-jauh bagi
siapa yang merubah ajaranku setelah (kematian)ku."
Wallahu A'lam. Artikel: islamhouse.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar