Bid’ahkah ?
Seorang teman
meminta saya[1]
menukilkan teks Arabic dari beberapa perkataan Adz-Dzahabiy tentang istilah
“Salafiy”. Alhamdulillah, ada keluangan waktu untuk menuliskannya, walau
mungkin ini akan mengulang (atau hanya copy paste ?) tulisan sebagian
ikhwan/ustadz yang telah mendahului dalam hal ini.
Adz-Dzahabiy
berkata :
وصح عن الدارقطني أنه قال: ما شئ أبغض إلي من علم
الكلام.
قلت: لم يدخل الرجل أبدا في علم الكلام ولا الجدال، ولا خاض في ذلك، بل كان سلفيا
قلت: لم يدخل الرجل أبدا في علم الكلام ولا الجدال، ولا خاض في ذلك، بل كان سلفيا
Telah shahih dari
Ad-Daruquthniy bahwasannya ia berkata : “Tidak ada sesuatu yang aku benci
melebihi ilmu kalam”.
Aku (Adz-Dzahabiy)
berkata : “Beliau tidak masuk sama sekali dalam ilmu kalam dan jidal, serta
tidak pula mendalaminya. Bahkan dia seorang salafy” [Siyaru A’laamin-Nubalaa’ 16/457, Muassasah Ar-Risaalah, Cet.
9/1413. Lihat juga kitab Al-Hilyah
oleh Bakr Abu Zaid, hal. 12, Daarul-‘Ashimah, 1415 H].
سمعت
عثمان بن خرزاذ يقول يحتاج صاحب الحديث إلى خمس فإن عدمت واحدة فهي نقص يحتاج إلى
عقل جيد ودين وضبط وحذاقة بالصناعة مع أمانة تعرف منه قلت الأمانة جزء من
الدين والضبط داخل في الحذق فالذي يحتاج إليه الحافظ ان يكون تقيا ذكيا نحويا
لغويا زكيا حييا سلفيا يكفيه ان يكتب
بيده مئتي مجلد ويحصل من الدواوين المعتبرة خمس مئة مجلد وأن لا يفتر من طلب العلم
إلى الممات بنية خالصة وتواضع وإلا فلا يتعن
“Berkata
Al-Hafidh ‘Utsman bin Khurrazaadz (meninggal 282 H) : ‘Seseorang yang belajar
hadits membutuhkan lima
hal : kalau salah satu saja tidak ada maka merupakan sebuah kekurangan. Dia
butuh akal (daya nalar) yang baik, ketaatan beragama, ketelitian, kecerdasan,
dan amanah’. Aku (Adz-Dzahabi) berkata : “Sifat amanah adalah bagian dari
ketaatan beragama, kekuatan daya ingat merupakan bagian dari kecerdasan. Yang
dibutuhkan oleh seseorang yang belajar hadits adalah : Hendaknya dia bertaqwa,
cerdas, ahli nahwu, ahli bahasa, hatinya bersih, punya rasa malu, salafy,
cukup baginya untuk menulis dengan tangannya 200 jilid kitab dan menghasilkan
kitab-kitab terpercaya sebanyak 500 jilid, serta tidak luntur semangat dalam
menuntut ilmu sampai mati dengan niat yang ikhlash dan rendah hati. Kalau
tidak, maka jangan mengusahakan diri” [Idem
13/380. Lihat juga kitab Al-Hilyah
oleh Bakr Abu Zaid, hal. 30].
Adz-Dzahabiy
berkata saat memberikan pembelaan terhadap Ya’quub Al-Fasawiy atas kisah yang
diriwayatkan oleh Abu Bakr Ahmad bin ‘Abdaan bahwa ia (Ya’quub) telah mencela
‘Utsmaan bin ‘Affaan :
هذه
حكاية منقطعة، فالله أعلم، وما علمت يعقوب الفسوي إلا سلفيا،
وقد صنف كتابا صغيرا في السنة.
“Kisah ini
terputus (munqathi’), Allaahu a’lam. Dan aku tidak mengetahui
tentang diri Ya’quub Al-Fasawiy melainkan seorang Salafiy. Ia telah menulis sebuah
kitab kecil tentang As-Sunnah” [Idem,
13/183].
Adz-Dzahabiy
berkata saat menyebutkan biografi Abul-‘Abbas Ahmad bin Al-Muhaddits Al-Faqiih
Majduddiin ‘Isaa bin Al-Imaam Al-‘Allamah Muwaffaquddiin ‘Abdullah bin Ahmad
bin Muhammad bin Qudamah :
وكان
ثقة ثبتا، ذكيا، سلفيا، تقيا، ذا ورع
وتقوى،
“Ia seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabt, pandai, Salafiy, hati-hati, punya sifat
wara’ dan taqwa…” [Idem, 23/118].
Saat menyebutkan
biografi Ibnush-Shalaah, Adz-Dzahabiy berkata :
وكان
سلفيا حسن الاعتقاد.....
“Ia adalah seorang
Salafiy
yang mempunyai i’tiqad yang baik…” [Tadzkiratul-Huffadh,
4/1431].
Adz-Dzahabiy
berkata saat menyebutkan biografi Ibnu Hubairah (Abul-Mudhaffar Yahyaa bin
Muhammad bin Hubairah bin Sa’iid Al-‘Iraaqiy) :
وكان
يعرف المذهب والعربية والعروض، سلفيا أثريا،
“Ia mengetahui
madzhab, bahasa ‘Arab, ilmu ‘aruudl, seorang salafiy
dan atsariy….” [Siyaru
A’laamin-Nubalaa’, 20/426].
Adz-Dzahabiy
berkata saat menyebutkan biografi Az-Zabiidiy (Muhammad bin Yahyaa bin ‘Aliy
bin Muslim Al-Yamaniy Az-Zabiidiy) :
وكان
حنفيا سلفيا
“Ia seorang yang
bermadzhab Hanafiy lagi salafiy” [idem,
20/317].
Adz-Dzahabiy
berkata saat menerangkan biografi Muusaa bin Ibraahiim Al-Ba’labakkiy :
وكان
كذا متواضعًَا سلفيًَا
“Dan demikianlah
ia seorang yang rendah hati dan salafiy”
[Mu’jamul-Muhadditsiy, hal. 189, tahqiq : Dr. Ruuhiyyah As-Suwaifiy,
Daarul-Kutub Al-‘Ilmiyyah, Cet. 1/1413].
Adz-Dzahabiy
berkata saat menerangkan bigrafi Muhammad bin Muhammad Al-Bahraaniy :
وكان
ديِّناً خيِّراً سلفيِّاً
“Ia
seorang yang beragama, orang yang sangat baik, dan Salafy” [Mu’jamusy-Syuyuukh
2/280 – melalui perantaraan Al-Ajwibatul-Mufiidah ‘an
As-ilatil-Manaahijil-Jadiidah, Cet. 3, catatan kaki no. 26].
Tambahan
:
Ibnu
Hajar berkata saat menerangkan biografi Muhammad bin Al-Qaasim bin Sufyaan Abu
Ishaaq :
وكان
سلفي المذهب
“Ia adalah
seorang bermadzhab salafy” [Lisaanul-Miizaan,
5/348, Muassasah Al-A’lamiy lil-Mathbuu’aat, Cet. 2/1390].[2]
Inilah yang dapat
dituliskan, semoga dapat menjadi saham saya dalam usaha saudara saya
menjelaskan manhaj salaf di tempatnya nun jauh di sana….
Wallaahu a’lam
bish-shawwaab.
Abu Al-Jauzaa’
Al-Bogoriy – 1431. [koreksi tanggal : 30-04-2010
[1]
Dalam sebuah imelnya tertanggal 1 Desember 2009. Mohon
maaf jika baru kali ini dituliskan balasannya, dan sengaja saya tampilkan di
blog ini agar manfaatnya dapat terambil lebih luas.
[2]
Namun dalam Lisaanul-Miizaan yang ditahqiq oleh
'Abdul-Fattah Abu Ghuddah (7/352 no. 7322) tertulis : Muhammad bin
Al-Qaasim bin Sya’baan, Abu Ishaaq. Sedangkan komentar Ibnu Hajar adalah :
وكان
سلفي المعتقد
“Ia adalah seorang
yang beraqidah salafiy”.
Dan penisbatan
nama inilah yang benar karena sesuai dengan yang tertera dalam kitab Miizaanul-I’tidaal
(4/14 no. 8078).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar