Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah buku yang ditulis seorang da’i mantan kiyai NU hafidhahullah di sebuah toko buku. Setelah membuka-buka halamannya yang penuh manfaat, saya agak terkejut ada pernyataan melemahkan hadits yang tertera dalam judul di atas. Beliau mempermasalahkan seorang perawi yang bernama Al-‘Alaa’ bin ‘Abdirrahman yang katanya dla’iif. Sungguh kecewa diri saya. Padahal, Al-Imaam Muslim rahimahullah memasukkan hadits tersebut dalam kitab Shahih-nya.
Oleh karenanya,
di sini saya akan menulis sedikit bahasan tentang hadits tersebut agar terang
bagi kita mana perkataan yang shahih, mana pula perkataan yang tidak shahih.
Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله
إلا من ثلاثة أشياء : من صدقة جارية ، أو علم ينتفع به ، أو ولد صالح يدعو له
“Apabila
seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal :
shadaqah jariyyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaalih yang mendoakannya”.
Hadits ini
diriwayatkan oleh :
a)
Muslim
dalam Shahih-nya no. 1631, Ahmad 2/372, At-Tirmidziy no. 1376,
Al-Bukhaariy dalam Al-Adabul-Mufrad no. 38, Ad-Daarimiy no. 578,
An-Nasaa’iy dalam Ash-Shughraa no. 3651, Ibnu Khuzaimah no. 2494, Abu Ya’laa
no. 6457, Ibnul-Jaaruud dalam Al-Muntaqaa 2/26 no. 370, Ath-Thahawiy
dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 246, Ibnu Hibbaan no. 3016,
Al-Baihaqiy dalam Al-Madkhal 1/325 no. 362 & Syu’abul-Iimaan 5/121
no. 3173, Al-Baghawiy dalam Syarhus-Sunnah 1/300 no. 139, Ibnu
Abid-Dunyaa dalam An-Nafaqah ‘alal-‘Iyaal no. 430, Ath-Thabaraaniy dalam
Ad-Du’aa’ no. 1251, Abu ‘Awaanah dalam Al-Musnad 3/495 no. 5825,
dan Ibnu ‘Abdil-Barr dalam Jaami’ Bayaanil-‘Ilmiy wa Fadhlih 1/69-70 no.
52-53; semuanya dari jalan Ismaa’iil bin Ja’far Al-Madaniy
b)
Abu
Daawud no. 2880, Ath-Thahawiy dalam Syarh Musykilil-Aatsaar no. 247,
Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa 2/372 no. 2331 & Al-Kubraa 6/278
& Al-Madkhal 1/324 no. 361, dan Abu ‘Awaanah dalam Al-Musnad 3/495
no. 5824; semuanya dari jalan Sulaimaan bin Bilaal
c)
Ad-Duulabiy
dalam Al-Kunaa 1/425 no. 1504; dari jalan Abu Sa’iid Saabiq Al-Barbariy
d)
Ath-Thabaraaniy
dalam Ad-Du’aa’ no. 1250 dari jalan Syu’bah
e)
Ath-Thabaraaniy
dalam Ad-Du’aa’ no. 1252 dari jalan Syibl bin Al-‘Alaa’
f)
Ath-Thabaraaniy
dalam Ad-Du’aa’ no. 1253 dari jalan ‘Abdul-‘Aziiz bin Abi Haazim
g)
Ath-Thabaraaniy
dalam Ad-Du’aa’ no. 1254 dari jalan Nashr bin Haajib
h)
Ath-Thabaraaniy
dalam Ad-Du’aa’ no. 1255 dari jalan Muslim bin Khaalid
semuanya dari
Al-‘Alaa’ bin ‘Abdirrahmaan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’.
Al-‘Alaa’ bin
‘Abdirrahmaan bin Ya’quub Al-Huraqiy Abu Syibl Al-Madaniy (w. 130-an H). Ada beberapa komentar
ulama mengenainya, di antaranya :
Ahmad berkata : “Tsiqah,
aku tidak pernah mendengar seorang pun yang menyebutkan tentangnya dengan
kejelekan”. Yahyaa bin Ma’iin berkata : “Laisa bi-dzaaka, orang-orang
senantiasa berhati-hati terhadap haditsnya”. Di lain riwayat ia berkata :
“Haditsnya bukan merupakan hujjah. Ia dan Suhail berdekatan kedudukannya”. Abu
Zur’ah berkata : “Tidak kuat”. Abu Haatim berkata : “Shaalih, para
perawi tsiqaat telah meriwayatkan darinya. Akan tetapi banyak
hal yang diingkari dari hadits-haditsnya. Di sisiku, ia serupa dengan
Al-‘Alaa’ bin Al-Musayyib”. An-Nasaa’iy berkata : Tidak mengapa dengannya (laisa
bihi ba’s)”. Ibnu ‘Adiy berkata : “Aku berpendapat tidak mengapa
dengannya”. Ibnu Hibbaan menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat. Ibnu
Sa’d berkata : “Tsiqah, mempunyai banyak hadits, lagi tsabt”
[lihat : Tahdziibul-Kamaal, 22/520-524 no. 4577]. Al-Khaliiliy
berkata : “Orang Madiinah. Ia diperselisihkan karena ia bersendirian dengan
hadits-hadits yang tidak punya mutaba’ah, yaitu hadits : ‘Apabila
tiba pertengahan bulan Sya’ban, maka janganlah kalian berpuasa’”.
At-Tirmidziy berkata : “Ia tsiqah di sisi ahlul-hadiits”
[Tahdziibut-Tahdziib, 8/187]. Al-‘Ijliy berkata : “Orang Bashrah, tsiqah,
dan tinggal di Makkah”. Ya’quub bin Sufyaan berkata : “Ia dan ayahnya tsiqah”
[Al-Jaami’ fil-Jarh wat-Ta’diil, 2/334 no. 3406]. Syu’bah bin Al-Hajjaaj
dan Maalik bin Anas meriwayatkan darinya dimana hal ini sama dengan pentsiqahan
menurut mereka berdua.
Ibnu Hajar
berkata : “Shaduuq, kadang ragu-ragu” [Taqriibut-Tahdziib, hal.
761 no. 5286]. Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq” [Man Tukullima fiihi
Wahuwa Muwatstsaqun Au Shaalihul-Hadiits, hal. 386-388 no. 253]. Al-Albaaniy
berkata : “Tsiqah, termasuk perawi Muslim” [Irwaul-Ghaliil,
5/292]. Basyar ‘Awwaad dan Al-Arna’uth berkata : “Tsiqah” [Tahriirut-Taqriib,
3/129-130 no. 5247]. Abu Ishaaq Al-Huwainiy berkata : “Tsiqah” [Natslun-Nabaal,
hal. 969 no. 2332].
Kesimpulan : Ia
seorang perawi shaduuq yang hasan haditsnya atau bahkan mendekati
tsiqah. Ia dilemahkan/diingkari sebagian ulama karena penyendiriannya
dalam sebagian riwayatnya, sebagaimana dikatakan oleh Al-Khaliiliy [lihat
juga komentar muhaqqiq kitab Man Tukullima fiih lidz-Dzahabiy
hal. 387].
Adapun ayah
Al-‘Alaa’ (yaitu ‘Abdurrahmaan bin Ya’quub) adalah seorang yang tsiqah.
Ayah Al-‘Alaa’
ini mempunyai mutaba’ah dari Sa’iid bin Al-Musayyib sebagaimana
diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Ad-Du’aa’ no. 1256 : Telah
menceritakan kepada ‘Ubaidullah bin Muhammad Al-Umariy Al-Qaadliy : Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Ubaidillah Al-‘Umariy : Telah
menceritakan kepada kami Ibraahiim bin Sharamah, dari Yahyaa bin Sa’iid, dari
Sa’iid bin Al-Musayyib, dari Abi Hurairah radliyallaahu ‘anhu, ia
berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إذا مات الإنسان انقطع عمله إلا
من ثلاث : صدقة جارية أوعلم ينتفع به أوولد صالح يدعو له
“Apabila
seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga : shadaqah
jariyyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak shaalih yang mendoakannya”.
Sayangnya, sanad
hadits ini sangat lemah, dikarenakan ‘Ubaidullah bin Muhammad Al-‘Umariy.
Namanya ‘Ubaidullah bin Muhammad bin ‘Abdil-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin
‘Abdil-‘Aziiz bin ‘Abdillah bin ‘Umar bin Al-Khaththaab, Abu Bakr Al-Qaadliy
Al-‘Umariy [lihat Irsyaadul-Qaadliy wad-Daaniy hal. 412-413 no. 641].
Diriwayatkan juga
dengan lafadh lain oleh Ibnu Maajah no. 242, Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya
no. 2490, dan Al-Baihaqiy dalam Syu’abul-Iimaan 5/121-122 no. 3174; dari
jalan Muhammad bin Yahyaa, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Muhammad
bin Wahb bin ‘Athiyyah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid
bin Muslim, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Marzuuq bin Abi
Hudzail, ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Az-Zuhriy, ia berkata : Telah
menceritakan kepadaku Abu ‘Abdillah Al-Agharr, dari Abu Hurairah, ia berkata :
Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
إن مما يلحق المؤمن من عمله
وحسناته بعد موته علما علمه ونشره وولدا صالحا تركه ومصحفا ورثه أو مسجدا بناه أو
بيتا لابن السبيل بناه أو نهرا أجراه أو صدقة أخرجها من ماله في صحته وحياته يلحقه
من بعد موته
“"Sesungguhnya
di antara amalan dan kebaikan-kebaikan seorang mukmin yang akan menemuinya
setelah kematiannya adalah : ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, anak shalih
yang ditinggalkannya, mushhaf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya,
rumah untuk ibnu sabil yang dibangunnya, sungai (air) yang dialirkannya untuk
umum, atau shadaqah yang dikeluarkannya dari hartanya di waktu sehat dan semasa
hidupnya. Semua ini akan menemuinya setelah dia meninggal dunia".
Muhammad bin
Yahyaa Adz-Dzuhliy adalah seorang yang tsiqah, haafidh, lagi jaliil
[Taqriibut-Tahdziib, hal. 907 no. 6427]. Muhammad bin Wahb bin Sa’iid
bin ‘Athiyyah Ad-Dimasyqiy adalah seorang yang shaduuq, termasuk perawi
yang dipakai Al-Bukhaariy dalam Shahih-nya [idem, hal. 905 no.
6417]. Al-Waliid bin Muslim adalah seorang yang tsiqah, namun banyak melakukan
tadlis [idem, hal. 1041 no. 7506]. Sifat tadlis-nya di
sini tidak membahayakan, karena ia telah menjelaskan penyimakan riwayatnya dari
gurunya.
Marzuuq bin Abi
Hudzail Ats-Tsaqafiy, seorang yang diperselisihkan. Ad-Duhaim dan Ibnu
Khuzaimah mentsiqahkannya, sedangkan Al-Bukhaariy dan Al-‘Uqailiy
melemahkannya. Abu Haatim berkata : “Haditsnya shaalih”. Ibnu ‘Adiy
berkata : “Ditulis haditsnya”. Ibnu Hibbaan berkata : “Ia menyendiri dari
Az-Zuhriy dengan hadits-hadits munkar yang tidak ada asalnya. Maka, banyaklah
keraguannya sehingga gugur berhujjah dengan haditsnya jika ia menyendiri dalam
periwayatan”. Pernyataannya ini bertolak belakang dengan Duhaim yang menegaskan
hadits-haditsnya dari Az-Zuhriy shahih. Ibnu Hajar menyimpulkan : “Layyinul-hadiits”
[idem, hal. 929 no. 6598].
Az-Zuhriy adalah
seorang imam yang tidak perlu dipertanyakan. Abu ‘Abdillah Al-Agharr, namanya
adalah Salmaan, seorang yang tsiqah [idem, hal. 398 no. 2491].
Betapapun,
riwayat ini tetap bisa dipergunakan sebagai i'tibar.
Hadits di awal
mempunyai syaahid dari Abu Qataadah Al-Anshaariy : Telah bersabda
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :
خير ما يخلف الرجل من بعده ثلاث
ولد صالح يدعو له وصدقة تجري يبلغه أجرها وعلم يعمل به من بعده
“Sebaik-baik apa
yang ditinggalkan oleh seseorang setelah kematiannya adalah tiga perkara : anak
shalih yang mendoakannya, shadaqah mengalir yang pahalanya sampai kepadanya,
dan ilmu yang diamalkan orang setelah (kematian)-nya”.
Diriwayatkan oleh
Ibnu Maajah no. 241, Ibnu Hibbaan dalam Shahih-nya no. 93, dan Ibnu
‘Abdil-Barr dalam Al-Jaami’ 1/70 no. 54; dari jalan Zaid bin Aslam, dari
‘Abdullah bin Abi Qataadah, dari ayahnya (Abu Qataadah).
Sanad hadits ini
shahih. Zaid bin Aslam adalah tsiqah, ‘aalim, namun sering
melakukan irsal (w. 136 H) [Taqriibut-Tahdziib, hal. 350 no.
2129]. ‘Abdullah bin Abi Qataadah adalah tsiqah (w. 95 H) [idem,
hal. 535 no. 3562].
Secara keseluruhan
hadits ini (yaitu hadits di awal bahasan) adalah shahih tanpa keraguan.
Dishahihkan oleh Muslim, At-Tirmidziy, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibbaan, dan yang
lainnya.
Wallaahu a’lam.
[abul-jauzaa
al-bogoriy – sardonoharjo, ngaglik, sleman, nJakal, Yogyakarta].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar